Kamis, 29 Januari 2015

Sabung Ayam di Bali, Judi yang Menjadi Tradisi Apakah Dapat Diberantas?



Sabung ayam di Bali (dipetik dari sujarwo-art.blogspot.com)


Sabung ayam merupakan salah satu tradisi yang berupa ayam yang diadu dimana tujuannya adalah mencari materi. Biasanya sabung ayam merupakan sebuah perjudian yang tentunya hal ini dilarang oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Pada tanggal 24 Desember 2008, polisi melakukan banyak razia serentak sabung ayam di beberapa daerah di Lumajang, Jakarta, dan Toraja dimana daerah tersebut sabung ayam sangat dilarang oleh pemerintah. namun hal ini berbeda di Bali dimana sabung ayam adalah tradisi yang disebut dengan Tajen. Tajen merupakan salah satu ritual di Bali yang disebut tabuh rah. Maka disini timbul pertanyaan bagaimana bisa pemerintah memberantas judi ini jika ada masyarakat yang menganggap judi sabung ayam merupakan tradisi bahkan ritual? Atau mungkin ini merupakan kedok dari masyarakat Bali agar bisa melakukan judi tanpa melanggar hukum?  
Dalam sisi antropologi hal ini melatarbelakangi Clifford Geertz untuk meneliti Tajen. Geertz ingin menjelaskan bahwa sabung ayam bukan hanya sekedar hanya pertandingan antar ayam jago saja tetapi di dalam sabung ayam tersirat makna bahwa yang bertarung adalah manusianya atau pemilik ayam jago tersebut. Dalam kesehariannya, mereka menghabiskan waktu untuk merawat ayam jago kesayangan mereka masing-masing yang akan pertandingkan. Biasanya mereka berjongkok bermalas-malasan di bengsal pertemuan atau di sepanjang jalan dengan pinggul di bawah, bahu ke depan, seperti berlutut, separuh atau lebih dan memegang seekor jago, mengapit seekor jago diantara kedua pahanya, naik turun dengan lembut untuk menguatkan kaki-kakinya, membelai bulu-bulunya. Usai pertandingan, yang memenangkan pertandingan maka sang ayam akan dibawa pulang kerumah sang pemenang dan dimakan bersama. Bagi mereka yang telah kalah dalam sabung ayam akan merasa sangat malu dan pada masyarakat karena harga dirinya telah jatuh terinjak-injak. Hal utama yang ditekankan dalam sabung ayam orang Bali bukan terletak pada uang atau taruhannya, melainkan isi dari pertandingan sabung ayam tersebut meskipun uang mempunyai peran yang sangat penting. Isi atau makna yang tersirat dalam pertandingan sabung ayam itu adalah perpindahan hierarkhi status orang Bali ke dalam susunan sabung ayam. Dalam hal ini sabung ayam dilihat sebagai sebuah indikator dari kepribadian laki-laki yang dijunjung tinggi kedudukannya dalam masyarakat.. Ayam jantan yang dipakai dalam sabung ayam dicirikan sebagai pengganti kepribadian si pemilik ayam jago dan sabung ayam dengan sengaja dibentuk menjadi sebuah simulasi matriks sosial, sistem yang berlaku dari kelompok- kelompok yang besilangan, bertumpang tindih. Pertandingan tersebut, menurut Geertz, hanya ada di antara orang-orang yang sejajar dan dekat secara pribadi. Tetapi terkadang juga digelar diantara individu-individu dengan status tinggi. Jika ditelaah lebih mendalam maka semakin dekatlah pertandingan sabung ayam itu dengan manusia yang semakin memberikan yang terbaik darinya dan pada akhirnya mengarah kepada pencirian si ayam jago.
Dipandang dari aspek kriminologi, sebuah judi merupakan perilaku menyimpang dimana perilaku menyimpang adalah perilaku yang melanggar ketentuan sosial namun tidak ada pihak lain yang dirugikan. Jika dikaitkan dengan sabung ayam yang ada di Bali, kriminologi berasumsi bahwa perilaku didefinisikan menyimpang, nakal, atau jahat karena masyarakatlah yang mendefinisikannya sendiri. Mengapa polisi melakukan razia di Jakarta, Toraja, dan Lumajang? Mengapa tidak di Bali saja walaupun ada juga beberapa polisi yang melakukan razia hanya dibeberapa tempat yang ditenggarai sebagai tempat perjudian sabung ayam yang berpotensi terjadi tindak kejahatan. Jawabannya adalah bahwa seperti asumsi kriminologi di atas, yang pasti bahwa sabung ayam selain di Bali merupakan hal yang meresahkan masyarakat sekitar. Nalarnya mungkin pada perjudian tersebut juga ada hal-hal yang dilakukan seperti pemabukan yang kemudian menjalar pada pencurian, pemerkosaan, dan lain-lain sehingga pengaduan kepada pihak kepolisian atas nama masyarakat meningkat. Namun hal ini berbeda di Bali bahwa sabung ayam merupakan bagian dari ritual tabuh rah. Masyarakat Bali tentunya tidak merasa dirugikan bahkan mendukung dan pada intinya sabung ayam di Bali malah berujung pada hal yang positif pula misalkan untuk menggalang dana bagi korban bencana alam. Namun selain sebagai bagian dari ritual, masih saja ada masyarakat bali yang menyalahgunakan ritual tersebut sehingga polisi tidak pandang bulu dalam merazia judi sabung ayam di Bali.
Inti dari masalah ini adalah menyimpang atau tidaknya judi sabung ayam tergantung dari masyarkat itu sendiri. Jika sabung ayam meresahkan masyarakat maka sabung ayam dapat pula sebagai tindakan melanggar hukum bahkan bisa dikatakan kejahatan jika dilakukan secara berulang-ulang. Sebagai pemerintah khususnya polisi sebagai institusi peradilan sebaiknya tidak usah terlalu bimbang dalam pemberantasan judi sabung ayam dan hendaknya dalam memandang sebuah sabung ayam juga mempertimbangkan aspek antropologi dan kriminologi sehingga dalam memecahkan masalah tersebut dapat terselesaikan secara bijaksana. (http://alalamuliba.blogspot.com)
Sumber:
http://www.scribd.com/doc/24711270/SABUNG-AYAM-MASYARAKAT-BALI-DALAM-PENDEKATAN-INTERPRETATIF-CLIFFORD-GEERTZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar