|
Sabung ayam
di Bali (dipetik dari sujarwo-art.blogspot.com)
|
Sabung ayam
merupakan salah satu tradisi yang berupa ayam yang diadu dimana tujuannya
adalah mencari materi. Biasanya sabung ayam merupakan sebuah perjudian yang
tentunya hal ini dilarang oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Pada tanggal
24 Desember 2008, polisi melakukan banyak razia serentak sabung ayam di
beberapa daerah di Lumajang, Jakarta, dan Toraja dimana daerah tersebut sabung
ayam sangat dilarang oleh pemerintah. namun hal ini berbeda di Bali dimana
sabung ayam adalah tradisi yang disebut dengan Tajen. Tajen merupakan salah
satu ritual di Bali yang disebut tabuh rah. Maka disini timbul pertanyaan
bagaimana bisa pemerintah memberantas judi ini jika ada masyarakat yang
menganggap judi sabung ayam merupakan tradisi bahkan ritual? Atau mungkin ini
merupakan kedok dari masyarakat Bali agar bisa melakukan judi tanpa melanggar
hukum?
Dalam sisi antropologi hal ini melatarbelakangi
Clifford Geertz untuk meneliti Tajen. Geertz ingin menjelaskan bahwa sabung
ayam bukan hanya sekedar hanya pertandingan antar ayam jago saja tetapi di
dalam sabung ayam tersirat makna bahwa yang bertarung adalah manusianya atau pemilik
ayam jago tersebut. Dalam kesehariannya, mereka menghabiskan waktu untuk
merawat ayam jago kesayangan mereka masing-masing yang akan pertandingkan.
Biasanya mereka berjongkok bermalas-malasan di bengsal pertemuan atau di
sepanjang jalan dengan pinggul di bawah, bahu ke depan, seperti berlutut,
separuh atau lebih dan memegang seekor jago, mengapit seekor jago diantara
kedua pahanya, naik turun dengan lembut untuk menguatkan kaki-kakinya, membelai
bulu-bulunya. Usai pertandingan, yang memenangkan pertandingan maka sang ayam
akan dibawa pulang kerumah sang pemenang dan dimakan bersama. Bagi mereka yang
telah kalah dalam sabung ayam akan merasa sangat malu dan pada masyarakat
karena harga dirinya telah jatuh terinjak-injak. Hal utama yang ditekankan
dalam sabung ayam orang Bali bukan terletak pada uang atau taruhannya,
melainkan isi dari pertandingan sabung ayam tersebut meskipun uang mempunyai
peran yang sangat penting. Isi atau makna yang tersirat dalam pertandingan
sabung ayam itu adalah perpindahan hierarkhi status orang Bali ke dalam susunan
sabung ayam. Dalam hal ini sabung ayam dilihat sebagai sebuah indikator dari
kepribadian laki-laki yang dijunjung tinggi kedudukannya dalam masyarakat..
Ayam jantan yang dipakai dalam sabung ayam dicirikan sebagai pengganti
kepribadian si pemilik ayam jago dan sabung ayam dengan sengaja dibentuk
menjadi sebuah simulasi matriks sosial, sistem yang berlaku dari kelompok-
kelompok yang besilangan, bertumpang tindih. Pertandingan tersebut, menurut
Geertz, hanya ada di antara orang-orang yang sejajar dan dekat secara pribadi.
Tetapi terkadang juga digelar diantara individu-individu dengan status tinggi.
Jika ditelaah lebih mendalam maka semakin dekatlah pertandingan sabung ayam itu
dengan manusia yang semakin memberikan yang terbaik darinya dan pada akhirnya
mengarah kepada pencirian si ayam jago.
Dipandang dari aspek kriminologi, sebuah judi
merupakan perilaku menyimpang dimana perilaku menyimpang adalah perilaku yang
melanggar ketentuan sosial namun tidak ada pihak lain yang dirugikan. Jika
dikaitkan dengan sabung ayam yang ada di Bali, kriminologi berasumsi bahwa
perilaku didefinisikan menyimpang, nakal, atau jahat karena masyarakatlah yang
mendefinisikannya sendiri. Mengapa polisi melakukan razia di Jakarta, Toraja,
dan Lumajang? Mengapa tidak di Bali saja walaupun ada juga beberapa polisi yang
melakukan razia hanya dibeberapa tempat yang ditenggarai sebagai tempat
perjudian sabung ayam yang berpotensi terjadi tindak kejahatan. Jawabannya
adalah bahwa seperti asumsi kriminologi di atas, yang pasti bahwa sabung ayam
selain di Bali merupakan hal yang meresahkan masyarakat sekitar. Nalarnya
mungkin pada perjudian tersebut juga ada hal-hal yang dilakukan seperti
pemabukan yang kemudian menjalar pada pencurian, pemerkosaan, dan lain-lain
sehingga pengaduan kepada pihak kepolisian atas nama masyarakat meningkat.
Namun hal ini berbeda di Bali bahwa sabung ayam merupakan bagian dari ritual
tabuh rah. Masyarakat Bali tentunya tidak merasa dirugikan bahkan mendukung dan
pada intinya sabung ayam di Bali malah berujung pada hal yang positif pula
misalkan untuk menggalang dana bagi korban bencana alam. Namun selain sebagai
bagian dari ritual, masih saja ada masyarakat bali yang menyalahgunakan ritual
tersebut sehingga polisi tidak pandang bulu dalam merazia judi sabung ayam di
Bali.
Inti dari masalah ini adalah menyimpang atau tidaknya
judi sabung ayam tergantung dari masyarkat itu sendiri. Jika sabung ayam
meresahkan masyarakat maka sabung ayam dapat pula sebagai tindakan melanggar
hukum bahkan bisa dikatakan kejahatan jika dilakukan secara berulang-ulang.
Sebagai pemerintah khususnya polisi sebagai institusi peradilan sebaiknya tidak
usah terlalu bimbang dalam pemberantasan judi sabung ayam dan hendaknya dalam
memandang sebuah sabung ayam juga mempertimbangkan aspek antropologi dan
kriminologi sehingga dalam memecahkan masalah tersebut dapat terselesaikan
secara bijaksana. (http://alalamuliba.blogspot.com)
Sumber:
http://www.scribd.com/doc/24711270/SABUNG-AYAM-MASYARAKAT-BALI-DALAM-PENDEKATAN-INTERPRETATIF-CLIFFORD-GEERTZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar