Di mana-mana judi
memang menggoda, tidak saja jenis judi lapak di tontonan, di dunia maya
pun masih berjaya. Sejarah mencatat ketika era Presiden Suharto, SDSB
khususnya pada saat Ali Sadikin menjadi gubernur DKI. Jakarta
menggunakan SDSB ini sebagai sumber income
pembangunan ibukota. Begitu banyak orang menggandrungi SDSB tidak hanya
kelompok pedagang kecil, pegawai negeri pun ikut nimbrung dengan kupon
sumbangan berhadian ini. Walaupun akhirnya pemerintah melarang kupon
undian berhadian ini karena memang mengandung unsur judi dan dilarang
oleh agama.
Tidak saja judi yang
dahulu dianggap legal oleh pemerintah akan tetapi juga judi yang menjadi
incaran pihak berwajib. Meski pada waktu itu tidak seberapa memahami
judi ini, sebut saja judi koprok yang sempat berjaya di era 90 an dengan
peminatnya yang sempat membeludak. Hal ini terlihat di setiap tontonan
pasti mereka memasang lapak judi ini.
Berbicara judi memang
membuat miris, karena akibat judi tidak hanya rumah saja yang bisa
terjual istripun kadang digadaikan demi sebuah ambisi kemenangan palsu.
Seperti halnya disindir dalam lagunya H. Rhoma Irama yang sampai saat
ini masih populer dengan judulnya Judi. Sebagai bentuk keprihatinan
musisi atas berkembangnya judi di tengah masyarakat.
Akan tetapi sebagai
pengingat bahwa ternyata judi masih merajai baik di dunia nyata maupun
di dunia maya tidak hanya berbentuk permainan tebak angka ada juga yang
berbentuk permainan kartu yang mengarah pada bentuk perjudian.
Di dunia nyata masih
kita kenal dengan toto gelap (togel) di mana hampir di setiap sudut
warung remang-remang masih ada saja orang yang berbisnis judi ini.
Teknis judi ini menurut pengamatan saya biasanya orang yang akan
mendapatkan hadiah adalah yang tepat menebak nomor jitu. Dengan biaya
minimal seribu rupiah seseorang bisa mendapatkan kupon pendaftaran
dengan konsekuensi jika nomor yang ditebak tepat maka pihak yang
bersangkutan mendapatkan uang yang menurut mereka cukup lumayan,
meskipun saya tidak tahu persis berapa imbalan yang diperoleh akan
tetapi ada yang sampai mendapatkan 1 milyar rupiah.
Lain lagi cerita di
dunia nyata, dunia maya pun judi makin menjamur dan seakan-akan
mendapatkan tempat di hati peminatnya bahkan jika disensus pemain judi
internet ini bisa mencapai jutaan orang. Bahkan yang lebih santer lagi
menyebutkan bahwa Hongkong (Macau) merupakan pusat judi internet Asia termasuk Las Vegas merupakan rumah bagi penjudi nomor wahid di Amerika.
Judi di internet
ternyata menjadi candu pagi penggemarnya, meski pada akhirnya banyak
orang yang tertangkap karena perjudian akan tetapi ternyata masih ada
saja pelaku yang tertarik dengan melakukan perjudian ini. Seperti
diberitakan ada dua orang PNS UPTD di Kecamatan Torjun, Kabupaten
Sampang Timur, Jawa Timur karena telah menjadi pengepul judi togel online. Kompas.com, edisi 23 Juli 2013.
Indonesia memiliki
peraturan perundang-undangan yang melarang perjudian seperti UU No.
7/1974 tentang Penertiban Perjudian. Sedangkan dalam dunia maya,
pemerintah memiliki dasar hukum yaitu UU No 11/2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Kasus judi online bisa dijerat dengan 3 pasal.
Pelaku bisa dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2, yaitu “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan perjudian”.
Pelanggaran pada Pasal
tersebut menurut Pasal 43 ayat 1, “yang bersangkutan bisa ditangkap
oleh Polisi atau “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi yang dikenakan
adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Fenomena judi online
ini memang amat sulit diberantas meski pelakunya dijerat dengan Pasal
363 KUHP tentang Perjudian dengan ancaman pidana namun ternyata undang-undang tersebut sama sekali tidak membuat jera pelakunya.
Kenapa judi online masih saja tetap bisa eksis di internet? Apakah memang perjudian ini sulit diberantas?
Fakta menunjukkan
bahwa setiap tahun perjudian berkelas internasional ini semakin
menggurita, menjamur bahkan berkembang seperti tidak dapat diberantas.
Hal ini disebabkan karena dunia internet memang dunia bebas informasi,
seperti halnya situs-situs lain yang sejenis, misalnya judi bola,
ternyata sulit untuk diberantas meski hukuman berat sudah didepan mata.
Akan tetapi karena mudahnya seseorang mengakses perjudian ini
seakan-akan menjadi virus yang begitu mudahnya menyerang bagi pelakunya.
Hal ini disebabkan karena masih dianggap ringannya hukuman bagi pelaku
kejahatan perjudian ini, sehingga banyak orang menganggap remeh sanksi
yang diberikan meski diberikan sanksi akan tetapi tidak membuat mereka
jera. Apalagi jika ada sebagian aparat yang justru menjadi beking bandar
perjudian ini.
Proses transfer uang
kebanyakan menggunakan sistem transfer perbankan yang akhirnya
memudahkan pihak pelaku untuk mentrasfer hadiah maupun uang judi ke
rekening yang dimaksud tanpa diketahui motif pengiriman uang tersebut.
Padahal transfer uang tersebut semestinya bisa diketahui asal muasal
uang diperoleh seperti halnya kasus korupsi yang bisa dijerat karena
diketahui berdasarkan rekening gelap. Mungkin cara ini juga bisa
mengurangi bahkan memutus mata rantai bisnis internet online.
Sistem hukum yang
dibuat semestinya melibatkan interpol dalam pengusutan kasus perjudian
seperti halnya koruptor yang melarikan diri akan mudah tertangkap jika
pemerintah memiliki jaringan interpol ini.
Selanjutnya, kebijakan
yang ketat terhadap pemblokiran situs perjudian mestinya selalu
digalakkan bahkan diperketat karena situs perjudian ini cenderung
mengalami peningkatan seiring dengan lambannya eksekusi terhadap
situs-situs yang mengarah pada perjudian.
Peran serta masyarakat
dan pemilik jaringan provider untuk memutus mata rantai bisnis online
ini dengan sarat-sarat dan ketentuan yang lebih ketat. Akan tetapi
faktor sosial, ekonomi dan agama masyarakat yang menjadikan perjudian
ini mudah berkembang apalagi jika di tengah-tengah masyarakat justru
dianggap menguntungkan, sehingga upaya ini akan sulit memberikan dampak
yang positif manakala justru aparat penegak hukum melindungi atau
membekingi orang-orang yang terlibat dalam bisnis yang menyesatkan ini. (muhammad, http://sosbud.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar