Rabu, 26 Agustus 2015

Judi Ya Judi, Jangan Pakai Istilah Undian Berhadiah


(medanbisnis/int)
Riwan Simamora kurang setuju dengan pernyataan (pihak Kementerian Sosial mengenai definisi undian berhadiah sebagai judi atau tidak -red). Jadi, kalau sudah ada izin berarti bisa menghilangkan apa esensi dari judi itu? Bagaimana dengan jika kita berjudi tetapi ada izin dari pihak terkait, seperti di lokalisasi tertentu?
Apakah itu bukan judi? Jadi, jangan dengan izin semua jadi legal. Kalau sudah judi -walaupun sudah ada izin- tetap saja judi. Dan sering sekali undian dimanfaatkan orang untuk media penipuan, dan selalu ada saja korbannya. Sekali lagi, izin tidak membuat undian bukan berarti judi. Sekian, terimakasih.

Tapi Kawar Rekawan Saka Brahmana bilang, jika usaha itu tidak merugikan banyak orang, sah-sah saja dan wajar. Namun bila suatu usaha dijalankan hanya untuk menguntungkan beberapa pihak, sekaligus merugikan banyak orang -khususnya membuat kerugian kepada pendapatan negara- lebih baik usaha tersebut jangan pernah diberikan izin.

Agar kelak tidak ada yang diuntungkan sepihak dan merugikan banyak orang, khususnya kepada pendapatan negara. Apapun itu dia, bila sudah menyimpang dari peraturan yang berlaku tidak istilah untuk diberlakukan. Sebab, segala sesuatunya itu sama di mata hukum, dan tidak istilah pengecualian!

M Joharis Lubis mengingatkan, kan sudah ada Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) paal 303 yang telah banyak menjerat orang -orang yang gemar judi. Apapula dasarnya kita melegalkan judi terbuka? Kenapa tidak kita contoh Malaysia yang melokalisasi judi tanpa ada orang Melayu (yang dibolehkan ikut judi itu -red).

Artinya, judi legal demi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi orang Melayu Malaysia dilarang keras main judi dan benar - benar dihukum kalau kedapatan. Pertanyaannya, mampukah kita berbuat seperti Malaysia? Jangan-jangan semua bentuk pelarangan judi di Indonesia dibiayai toke tajir judi di Genting Highland Malaysia, dan Sentosa di Singapura?

"Juga pusat judi di Montecarlo, Perancis, serta di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. Mudah - mudahan asumsi saya salah. Kesimpulannya, apapun dalihnya, undian berhadiah tetap judi yang menyengsarakan rakyat miskin.

Karena merekalah yang terpikat dengan hayalan cara cari uang yang cepat, yakni dengan judi berdalih hadiah," kata M Joharis Lubis.

Rini R Sari mengutip frasa "adanya izin dari Kementerian Sosial atas undian berhadiah berarti menyatakan undian tersebut bukan judi". "Menurut saya ini sudah seperti masing-masing pihak sudah kabur akan batasan (domain) yang diaturnya. Sekarang begini, setahu saya, dalam hukum agama judi itu disebut sebagai sesuatu yang tidak pasti dan spekulatif," kata Rini R Sari.

Dalam prakteknya, justru merugikan seorang penjudi tersebut. Judi juga berkaitan dengan moral. Maka judi adalah domainnya MUI maupun Kementrian Agama. Lantas, apa domain Kemensos? Kemensos itu fasilitator dan regulator agar pelaksanaan undian berhadiah itu benar adanya, tidak tipu-tipu, dan tidak merugikan konsumen.

Selain itu tentunya Kemensos kan sebagai pengawas. Kalau undian berhadiah telah diketahui Kemensos maka pasti segala sangkut paut hukum, termasuk pajak atas undian itu, dianggap clear kan? Masuk ke kas negara. Jadi, bukan Kemensos yang menyatakan itu termasuk judi atau tidak.

Karena bagi umat Muslim, sekali disebut sebagai judi maka tanpa perlu hukum negara maka sudah menjadi hal yang haram dan wajib dihindari. Nah, yang menentukan halal haram perlu pertimbangan MUI. Ini yang harusnya menjadi perhatian aparat pemerintahan di negara kita ini.

Husni Syahputra sependapat dengan pernyataan Kemensos tersebut, karena sesungguhnya peraturan dan pengaturan mengenai undian ini sudah sejak lama diberlakukan, dan disesuaikan juga dengan lahirnya Kepres tahun 1973 tentang penertiban penyelenggaraan undian.

Banyaknya beredar undian-undian palsu dan meresahkan masyarakat merupakan salah satu alasan besar pemerintah melakukan peraturan undian tersebut. Apalagi sesungguhnya untuk setiap pemenang dari UGB berizin tersebut diharuskan membayar pajak sebagai pendapatan negara.

Mulai dari perbankan sampai kepada perusahaan swasta lainnya sedang gencar-gencarnya melakukan praktek UGB berizin tersebut. Tujuannya sudah jelas untuk memberikan rasa terimakasih kepada pelanggannya atau juga untuk menarik perhatian masyarakat dalam memasarkan produk barang dan jasa dari perusahaan tersebut.

Hal ini juga menjamin hak warga secara hukum dari pada hadiah-hadiah yang telah dijanjikan oleh panitia perusahaan.

Perbedaannya sangat jelas terlihat dengan undian yang bernuansa judi, kerugian warga jauh lebih besar jika tertipu, ditambah lagi keadaan ini hanya untuk menguntungkan oknum-oknum tertentu sebagai pembeking dari peraktek undian Ilegal itu.

"Kita berharap pemerintah dapat lebih fokus dan menindak tegas para perusahaan yang terbukti melakukan penipuan undian terhadap masyarakat banyak," tegas Husni Syahputra. (http://www.medanbisnisdaily.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar