Kamis, 19 Juni 2014

Judi Online Makin Meresahkan

13750473642091018533
Ilustrasi judi online / indogamers.com

Di mana-mana judi memang menggoda, tidak saja jenis judi lapak di tontonan, di dunia maya pun masih berjaya. Sejarah mencatat ketika era Presiden Suharto, SDSB khususnya pada saat Ali Sadikin menjadi gubernur DKI. Jakarta menggunakan SDSB ini sebagai sumber income pembangunan ibukota. Begitu banyak orang menggandrungi SDSB tidak hanya kelompok pedagang kecil, pegawai negeri pun ikut nimbrung dengan kupon sumbangan berhadian ini. Walaupun akhirnya pemerintah melarang kupon undian berhadian ini karena memang mengandung unsur judi dan dilarang oleh agama.
Tidak saja judi yang dahulu dianggap legal oleh pemerintah akan tetapi juga judi yang menjadi incaran pihak berwajib. Meski pada waktu itu tidak seberapa memahami judi ini, sebut saja judi koprok yang sempat berjaya di era 90 an dengan peminatnya yang sempat membeludak. Hal ini terlihat di setiap tontonan pasti mereka memasang lapak judi ini.
Berbicara judi memang membuat miris, karena akibat judi tidak hanya rumah saja yang bisa terjual istripun kadang digadaikan demi sebuah ambisi kemenangan palsu. Seperti halnya disindir dalam lagunya H. Rhoma Irama yang sampai saat ini masih populer dengan judulnya Judi. Sebagai bentuk keprihatinan musisi atas berkembangnya judi di tengah masyarakat.
Akan tetapi sebagai pengingat bahwa ternyata judi masih merajai baik di dunia nyata maupun di dunia maya tidak hanya berbentuk permainan tebak angka ada juga yang berbentuk permainan kartu yang mengarah pada bentuk perjudian.
Di dunia nyata masih kita kenal dengan toto gelap (togel) di mana hampir di setiap sudut warung remang-remang masih ada saja orang yang berbisnis judi ini. Teknis judi ini menurut pengamatan saya biasanya orang yang akan mendapatkan hadiah adalah yang tepat menebak nomor jitu. Dengan biaya minimal seribu rupiah seseorang bisa mendapatkan kupon pendaftaran dengan konsekuensi jika nomor yang ditebak tepat maka pihak yang bersangkutan mendapatkan uang yang menurut mereka cukup lumayan, meskipun saya tidak tahu persis berapa imbalan yang diperoleh akan tetapi ada yang sampai mendapatkan 1 milyar rupiah.
Lain lagi cerita di dunia nyata, dunia maya pun judi makin menjamur dan seakan-akan mendapatkan tempat di hati peminatnya bahkan jika disensus pemain judi internet ini bisa mencapai jutaan orang. Bahkan yang lebih santer lagi menyebutkan bahwa Hongkong (Macau) merupakan pusat judi internet Asia termasuk Las Vegas merupakan rumah bagi penjudi nomor wahid di Amerika.
Judi di internet ternyata menjadi candu pagi penggemarnya, meski pada akhirnya banyak orang yang tertangkap karena perjudian akan tetapi ternyata masih ada saja pelaku yang tertarik dengan melakukan perjudian ini. Seperti diberitakan ada dua orang PNS UPTD di Kecamatan Torjun, Kabupaten Sampang Timur, Jawa Timur karena telah menjadi pengepul judi togel online. Kompas.com, edisi 23 Juli 2013.
Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang melarang perjudian seperti UU No. 7/1974 tentang Penertiban Perjudian. Sedangkan dalam dunia maya, pemerintah memiliki dasar hukum yaitu UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kasus judi online bisa dijerat dengan 3 pasal. Pelaku bisa dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2, yaitu “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”.
Pelanggaran pada Pasal tersebut menurut Pasal 43 ayat 1, “yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Fenomena judi online ini memang amat sulit diberantas meski pelakunya dijerat dengan Pasal 363 KUHP tentang Perjudian dengan ancaman pidana namun ternyata undang-undang tersebut sama sekali tidak membuat jera pelakunya.
Kenapa judi online masih saja tetap bisa eksis di internet? Apakah memang perjudian ini sulit diberantas?
Fakta menunjukkan bahwa setiap tahun perjudian berkelas internasional ini semakin menggurita, menjamur bahkan berkembang seperti tidak dapat diberantas. Hal ini disebabkan karena dunia internet memang dunia bebas informasi, seperti halnya situs-situs lain yang sejenis, misalnya judi bola, ternyata sulit untuk diberantas meski hukuman berat sudah didepan mata. Akan tetapi karena mudahnya seseorang mengakses perjudian ini seakan-akan menjadi virus yang begitu mudahnya menyerang bagi pelakunya. Hal ini disebabkan karena masih dianggap ringannya hukuman bagi pelaku kejahatan perjudian ini, sehingga banyak orang menganggap remeh sanksi yang diberikan meski diberikan sanksi akan tetapi tidak membuat mereka jera. Apalagi jika ada sebagian aparat yang justru menjadi beking bandar perjudian ini.
Proses transfer uang kebanyakan menggunakan sistem transfer perbankan yang akhirnya memudahkan pihak pelaku untuk mentrasfer hadiah maupun uang judi ke rekening yang dimaksud tanpa diketahui motif pengiriman uang tersebut. Padahal transfer uang tersebut semestinya bisa diketahui asal muasal uang diperoleh seperti halnya kasus korupsi yang bisa dijerat karena diketahui berdasarkan rekening gelap. Mungkin cara ini juga bisa mengurangi bahkan memutus mata rantai bisnis internet online.
Sistem hukum yang dibuat semestinya melibatkan interpol dalam pengusutan kasus perjudian seperti halnya koruptor yang melarikan diri akan mudah tertangkap jika pemerintah memiliki jaringan interpol ini.
Selanjutnya, kebijakan yang ketat terhadap pemblokiran situs perjudian mestinya selalu digalakkan bahkan diperketat karena situs perjudian ini cenderung mengalami peningkatan seiring dengan lambannya eksekusi terhadap situs-situs yang mengarah pada perjudian.
Peran serta masyarakat dan pemilik jaringan provider untuk memutus mata rantai bisnis online ini dengan sarat-sarat dan ketentuan yang lebih ketat. Akan tetapi faktor sosial, ekonomi dan agama masyarakat yang menjadikan perjudian ini mudah berkembang apalagi jika di tengah-tengah masyarakat justru dianggap menguntungkan, sehingga upaya ini akan sulit memberikan dampak yang positif manakala justru aparat penegak hukum melindungi atau membekingi orang-orang yang terlibat dalam bisnis yang menyesatkan ini. (muhammad, http://sosbud.kompasiana.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar