Senin, 23 Juni 2014

Tentang Maisir (judi)

judi

Maisir atau judi, dalam bahasa Arab, sebagaimana dalam Mu’jam Wasith: 2/1064, adalah segala bentuk taruhan. Istilah “maisir” digunakan untuk taruhan orang Arab dengan menggunakan anak panah, atau bermain dengan anak panah dalam segala hal.
Istilah maisir juga digunakan untuk segala jenis taruhan, sampai-sampai mainan anak kecil dengan buah pala (kalau di tempat kita, kelereng atau sejenisnya, pent.). Demikian pula, maisir digunakan untuk daging unta yang dipertaruhkan oleh orang Arab.
Adapun maknanya secara istilah tidaklah lepas dari maknanya secara bahasa.
Ibnu Hajar al-Makki mengatakan, “Maisir adalah semua bentuk taruhan.” Al-Mahalli mengatakan, “Bentuk taruhan yang diharamkan adalah segala sesuatu yang meragukan, antara mungkin dapat untung ataukah malah merugi.”
Malik berkata, “Maisir itu ada dua macam, maisir lahwi (maisir berupa permainan) dan maisir qimar (maisir berupa taruhan). Yang termasuk maisir lahwi adalah bermain dadu, catur, dan semua permainan yang melalaikan (semisal, main kartu, pent).
Adapun maisir qimar adalah segala yang mengandung unsur untung-untungan. Perkataan semisal ini juga dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah.” (Mausuah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah: 2/14834)
Syaukani mengatakan,
وَكُلُّ مَالاَ يَخْلُوا اَللاَّعِبُ فِيْهِ مِنْ غنم أو غرم فهو ميسر
“Setiap permainan yang pesertanya dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu untung  atau rugi, maka itulah judi.” (Nailul Authar: 8/175)
Al-Majma’ al-Fikih al-Islami juga mengatakan, “Setiap peserta dihadapkan kepada dua pilihan, untung dengan mendapatkan hadiah atau rugi karena kehilangan uang yang telah diserahkan, inilah tolak ukur taruhan yang haram.” (Taudhih al-Ahkam: 4/351)
Haiah Kibar Ulama Arab Saudi, ketika mengharamkan asuransi, mengatakan, “Asuransi adalah termasuk qimar (taruhan) karena di sana ada untung-untungan dalam transaksi financial, dan ada kerugian tanpa adanya kesalahan serta keuntungan tanpa ada kompensasi balik atau ada kompensasi balik tapi tidak sepadan.” (Taudhih al-Ahkam: 4/271)
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa pengertian judi adalah taruhan yang terlarang (qimar), yaitu segala permainan atau transaksi yang mengandung dua kemungkinan, antara untung atau rugi. Sedangkan jika kemungkinan yang ada adalah antara untung atau tidak rugi, maka bukan termasuk judi.
Ibnu Utsaimin mengatakan, “Karena engkau dihadapkan pada pilihan antara untung ataukah tidak rugi, maka tidak ada taruhan (qimar) di dalamnya.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 201/30, Maktabah Syamilah)
Oleh karena itu, bukanlah termasuk judi suatu acara seminar yang ada iming-iming seratus pendaftar pertama akan mendapatkan hadiah tertentu, dengan syarat biaya pendaftaran peserta yang mendapatkan hadiah dengan yang tidak mendapatkan hadiah akan sama saja.
Dalam kondisi ini, pendaftar dihadapkan kepada dua kemungkinan, antara untung yaitu mendapatkan hadiah, dengan tidak rugi karena memang sekianlah biaya pendaftaran seminar, baik mendapatkan hadiah ataupun tidak.
Namun, jika biaya pendaftaran yang mendapat hadiah itu berbeda dengan yang tidak mendapat hadiah, maka ini termasuk judi.
Oleh karena itu, Ibnu Utsaimin berkata tentang hukum suatu produk dagang yang mengandung kuis berhadiah, “Perusahaan dagang itu hanya berorientasi bisnis. Mereka mengiming-imingi hadiah bagi siapa saja yang membeli produknya.
Kami tegaskan, bahwa ini boleh dengan dua persyaratan. Pertama, harga barang tersebut adalah harga standar, artinya penjual tidaklah menaikkan harga barang untuk kepentingan hadiah. Jika penjual menaikkan harga barang untuk biaya pembelian hadiah, maka ini adalah taruhan yang tidak halal.
Kedua, pembeli tidaklah membeli barang tersebut karena mengharapkan hadiah. Jika seseorang membeli suatu barang hanya karena berharap bisa mendapatkan hadiah dan tidak punya tujuan lain untuk membeli barang tersebut, maka ini adalah di antara bentuk menyia-nyiakan harta…. Padahal Nabi melarang membuang-buang harta.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 48/5)
Oleh karena itu, di antara yang termasuk judi adalah kuis sms berhadiah, yang ketika sekali mengirim sms dalam rangka kuis itu lebih mahal daripada tarif normal. Misalnya, tarif normal per sms adalah Rp 100,00, namun karena ada kuis sms berhadiah umrah, maka sekali mengirim sms untuk menjawab pertanyaan yang diajukan akan dikenai tarif Rp 2.000,00 per sms. Selisih dua tarif ini, yaitu Rp 1.900,00, akan dikumpulkan oleh pihak penyelenggara untuk menyediakan hadiah.
Dengan demikian, peserta kuis ini akan mengalami dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, peserta undian akan untung karena dengan sekadar mengeluarkan biaya beberapa ribu, dia bisa melaksanakan umrah yang biayanya mencapai puluhan juta.
Kemungkinan kedua adalah buntung, rugi karena uangnya hilang tanpa mendapatkan kompensasi apa pun. Padahal, setiap transaksi yang mengandung dua pilihan antara rugi ataukah untung adalah judi, maka tidak diragukan lagi bahwa kuis sms semacam ini adalah taruhan yang terlarang (judi), meskipun berhadiah umrah.
Kuis ini bisa dibolehkan, jika biaya per-sms adalah biaya normal dan tidak mengalami peningkatan.
Demikian pula, di antara yang termasuk judi adalah kegiatan sepeda gembira. Setiap peserta diwajibkan membayar Rp 50.000,00 lalu diberi kaos seharga Rp 10.000,00. Uang sebanyak Rp 40.000,00 akan dikumpulkan penyelenggara untuk menyediakan door prize.
Karenanya, peserta mengalami dua pilihan, antara untung karena mendapat hadiah sepeda motor padahal dia hanya membayar Rp 50.000,00, atau merugi karena uangnya hilang tanpa kompensasi apa pun.
Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, M.P.I.
Dipublish ulang dari : PengusahaMuslim.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar