Senin, 23 Juni 2014

Setujukah Lokalisasi Perjudian dan Prostitusi?

Melahirkan solusi tunggal untuk perjudian dan prostitusi cukup rumit, mengingat keduanya terkait dengan persoalan sosial yang kompleks. Umat, khususnya Islam, dihadapkan pada dua persoalan yang dilematis, yaitu antara ajaran Islam yang melarang judi serta zina dan fenomena perjudian dan prostitusi yang secara faktual tetap ada di masyarakat. Sebagian kalangan menyatakan bahwa pilihan yang strategis secara sosiologi adalah lokalisasi. Namun, banyak pihak pula yang keberatan, terutama kalangan agamawan, yang menyatakan bahwa lokalisasi dianggap menjadi pembenaran terhadap perjudian serta perzinahan. Dua hal yang diharamkan oleh agama manapun.
Tidak ada yang meragukan, bahwa idealitas yang diinginkan oleh agama adalah nihilnya perjudian dan perzinahan. Namun di sisi lain, kita tak dapat menutup mata akan semakin “liarnya” praktek ke dua maksiat tersebut. Bahkan konsumennya pun telah beraneka ragam, dari anak belum dewasa hingga yang telah cukup umur, dari pelosok kampung hingga kota besar. Tak salah ada yang mengatakan bahwa 2 dosa itu “mustahil” untuk dihapus dari muka bumi. Setidaknya, selagi ada krisis moral dan ketimpangan sosial.
Lalu, yang menjadi masalah, bagaimana kita menyikapi praktek perjudian dan prostitusi yang semakin merajalela bak tak kenal batasan?. Untuk perjudian, Malaysia dan Singapura telah melokalisasinya. Setidaknya lokalisasi perjudian dipilih dengan 2 pertimbangan, salah satunya yaitu agar perjudian ini dilakukan oleh individu yang memang memiliki kekayaan besar sehingga tidak merugikan ekonomi rakyat keci -khusus Malaysia ada tambahan yaitu tidak boleh muslim.
Tetapi masalah prostitusi lebih pelik dari perjudian, mengingat persebarannya yang lebih luas dan bisa dilakukan antar 2 individu saja. Di sinilah kalangan agamawan perlu mencari solusi atas masalah prostitusi. Tidak hanya bicara soal moral yang bobrok, melainkan turun merembukkan solusi yang faktual dalam menyikapi prostitusi. Penyebaran penyakit kelamin, praktek liar prostitusi yang diikuti oleh pungli2 liar oleh berbagai oknum adalah kondisi yang “real” terjadi, dan harus segera dicarikan solusinya.
Dan jika kita memilih lokalisasi prostitusi sebagai jalan keluarnya, maka masih tersisa beberapa pertanyaan, yaitu apakah lokalisasi perjudian dan prostitusi adalah wujud dari pembiaran kita selaku umat beragama atau tidak?. Jika iya, maka bagaimana solusi yang nyata untuk menghadapi kedua maksiat itu?. Dan sejauh mana dan akankah lokalisasi akan membawa dampak yang positif terhadap penanganan maraknya perjudian dan prostitusi. Agaknya kedua pertanyaan ini harus kita diskusikan bersama, baik ditinjau dari sudut pandang agama ataupun sosial.
Salam gitu aja koq repot.
(dewa gilang/edukasi.kompasiana.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar