Kamis, 11 Agustus 2016

Perjudian



PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Apabila semua angota masyarakat mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman, dan damai. Namun dalam kenyataannya, sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyimpangan sosial atau istilah yang sering digunakan dalam perspektif psikologi adalah patologi sosial (social pathology). Akibat penyimpangan sosial ini, memunculkan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat yang selanjutnya dikenal dengan penyakit sosial.
Penyimpangan sosial dari sekelompok masyarakat atau individu akan mengakibatkan masalah sosial, menurut Kartini (2003) kejadian tersebut terjadi karena adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi dan ideologi yang ditandai dengan proses sosial yang diasosiatif. Adanya penyimpangan perilaku dari mereka terhadap pranata sosial masyarakat. Ketidaksesuaian antar unsur-unsur kebudayaan masyarakat dapat membahayakan kelompok sosial kondisi ini berimplikasi pada disfungsional ikatan sosial.

Apabila kejadian tersebut terus terjadi dalam masyarakat, maka perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk-mabukan tersebut akan menjadi virus mengganggu kehidupan masyarakat. Masyarakat akan resah dan merasa tidak tenteram. Andaikan tubuh kita diserang virus, tentu tubuh kita akan merasa sakit. Begitu pula masyarakat yang diserang virus, tentu masyarakat tersebut akan merasa sakit. Sakitnya masyarakat ini bisa dalam bentuk keresahan atau ketidak-tenteraman keidupanan masyarakat. Oleh karena itulah, perjudian, tawuran antar pelajar dan mabuk-mabukan itu dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas bangsa, disiplin, kebaikan dan hukum formal.
Sebenarnya penyakit sosial itu tidak hanya perjudian, tawuran antar pelajar dan kriminalitas. Masih banyak perilaku masyarakat yang bisa disebut menjadi virus penyebab penyakit sosial, misalnya: alkoholisme, penyalahgunaan Napza, pelacuran, dan mungkin masih banyak lagi perilaku masyarakat yang bisa menimbulkan keresahan dan mengganggu keteraman masyarakat.
Faktor apa yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit masyarakat tersebut? Para ahli sosiologi menyatakan bahwa penyakit sosial itu timbul karena adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal dengan penyimpangan sosial.
Beberapa fenomena perilaku perjudian, sebagai salah satu penyakit sosial masyarakat yang akan diurai dan diharapkan memberikan kontribusi konstruktif dalam penyelesaiannya akan diketengahkan dalam paper ini, antara lain; Pertama, menjelaskan tentang motif individu melakukan judi dengan kajian psikologi, Kedua, judi sebagai diasosiatif yang mengakibatkan terjadinya penyakit sosial masyarakat, dan ketiga upaya pendekatan untuk menyelesaikan dan merehabilitasi penyakit sosial judi.

  1. Rumusan Masalah
    1. Apa pengertian perjudian?
    2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya perjudian di berbagai kalangan masyarakat?
    3. Apa dampak dari perjudian?
    4. Bagaimana cara dan upaya memberantas perjudian?

  1. Tujuan Penelitian
Tujuan penilitian ini adalah:
  1. Mendapat gambaran secara lebih terperinci mengenai aksi judi.
  2. Mengetahiu latar belakang dilakukannya aksi perjudian sebagai salah satu satu bentuk penyimpangan.
  3. Mengetahui sejauh mana dampak perjudian mempengaruhi penyimpangan individu secara sosial maupun psikologi individu, dan;
  4. Sebagai modal agargenerasi muda terhindar dari perjudian.

  1. Metode Penelitian
Dalam penilitian ini kami menggunakan beberapa metode untuk penelitian ini, diantaranya:
  1. Observasi lapangan
  2. Wawancara dengan narasumber (pelaku judi)
  3. Kajian pustaka











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian (UU No. 7 Tahun 1974) tidak ada dijelaskan secara rinci defenisi dari perjudian. Namun dalam UU No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303 ayat (3) KUHP “Yang dimaksud dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segaa pertaruhan lainnya.
Perjudian pada dasarnya adalah permainan di mana adanya pihak yang saling bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang.. Pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai.  Terkait dengan perjudian banyak negara yang melarang perjudian sampai taraf tertentu, Karena perjudian mempunyai konsekwensi sosial kurang baik, dan mengatur batas yurisdiksi paling sah tentang undang-undang berjudi sampai taraf tertentu. Terutana beberapa negara-negara Islam melarang perjudian dan hampir semua negara-negara mengatur itu. Kebanyakan hukum negara tidak mengatur tentang perjudian, dan memandang sebagai akibat konsekuensi masing-masing, dan tak dapat dilaksanakan oleh proses yang sah sebagai undang-undang.
Perjudian dalam perspektif hukum adalah salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Ancaman pidana perjudian sebenarnya cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,00 (Dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 303 KUHP jo.  Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974 menyebutkan:
(1)   Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), barangsiapa tanpa mendapat ijin :
  1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
  2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
  3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
(2)   Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
Namun meski sudah diatur dalam undang-undang (UU) dan dikenakan sanksi yang berat tidak menurutkan niat subjek hukum untuk melakukan tindak pidana perjudian ini. Seiring dengan peradaban manusia perjudian tetap berkembang. Namun sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara tepat kapan penjudian mulai dikenal oleh manusia. Menurut Cohan (1964), perjudian sudah ada sejak jaman prasejarah. Perjudian seringkali dianggap seusia dengan peradaban manusia. Dalam cerita Mahabarata dapat diketahui bahwa Pandawa menjadi kehilangan kerajaan dan dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Di dunia barat perilaku berjudi sudah dikenal sejak jaman Yunani kuno. Para penjudi primitif adalah para dukun yang membuat ramalan ke masa depan dengan menggunakan batu, tongkat atau tulang hewan yang dilempar ke udara dan jatuh ditanah. Biasanya yang diramal pada masa itu adalah nasib seseorang pada masa mendatang. Pada saat itu nasib tersebut ditentukan oleh posisi jatuhnya batu, tongkat atau tulang ketika mendarat ditanah. Dalam perkembangan selanjutnya posisi mendarat tersebut dianggap sebagai suatu yang menarik untuk dipertaruhkan. Alice Hewing (dalam Stanford & Susan, 1996) dalam bukunya Something for Nothing: A History of Gambling mengemukakan bahwa orang-orang Mesir kuno sangat senang bertaruh dalam suatu permainan seperti yang dimainkan oleh anak-anak pada masa kini dimana mereka menebak jumlah jari-jari dua orang berdasarkan angka ganjil atau genap. Orang-orang Romawi kuno menyenangi permainan melempar koin dan lotere, yang dipelajari dari Cina. Orang Yunani Kuno juga menggunakan hal yang sama. Selain itu, mereka juga menyenangi permainan dadu.
Pada jaman Romawi kuno permainan dadu menjadi sangat populer. Para Raja seperti Nero dan Claudine menganggap permainan dadu sebagai bagian penting dalam acara kerajaan. Namun permainan dadu menghilang bersamaan dengan keruntuhan kerajaan Romawi, dan baru ditemukan kembali beberapa abad kemudian di sebuah Benteng Arab bernama Hazart, semasa perang salib.
Setelah dadu diperkenalkan lagi di Eropa sekitar tahun 1100an oleh para bekas serdadu perang salib, permainan dadu mulai merebak lagi. Banyak kerabat kerajaan dari Inggris dan Perancis yang kalah bermain judi ditempat yang disebut Hazard (mungkin diambil dari nama tempat dimana dadu tersebut diketemukan kembali). Sampai abad ke 18, Hazard masih tetap populer bagi para raja dan pelancong dalam berjudi.
Pada abad ke 14, permainan kartu juga mulai memasuki Eropa, dibawa oleh para pelancong yang datang dari Cina. Kartu pertama yang dibuat di Eropa dibuat di Italia dan berisi 78 gambar hasil lukisan yang sangat indah. Pada abad 15, Perancis mengurangi jumlah kartu menjadi 56 dan mulai memproduksi kartu untuk seluruh Eropa. Pada masa ini Ratu Inggris, Elizabeth I sudah memperkenalkan lotere guna meningkatkan pendapatan negara untuk memperbaiki pelabuhan-pelabuhan.
Sedangkan untuk saat ini yang sering dipakai sebagai bahan taruha adalah hasil akhir dari sebuah pertandingan olahraga. Olahraga yang sering dijadikan taruahan dan menjadi lumrah hukumnya bagi para pecinta olahraga adalah sepakbola. Bahkan sepakbola saat ini sudah dijadikan industri terutama dalam hal perjudian, sponsor dan penjualan pemain sepakbola. Seiring dengan perkembangan teknologi terutama internet, perjudian sepakbola dilakukan setiap hari didunia maya.

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Perjudian
Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata masih mengandung beberapa kelemahan. Kelemahan ini yang memungkinkan masih adanya celah kepada pelaku perjudian untuk melakukan perjudian. Adapun beberapa kelemahannya adalah :
  1. Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana
  2. Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman, tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam praktek peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan
  3. Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya. Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang berwenang.
Menurut Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul patologi sosial, perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu dalam peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya. Pengaturan perjudian sendiri dapat ditemukan dalam pasal 303 KUHP, pasal 303 bis KUHP dan UU nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan elemen risiko. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara Carson dan Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life, mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain-lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas. 
Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea, et al (1987) dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of Economic Psychology seperti yang dikutip oleh Papu (2002). Menurut mereka perjudian adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga mengandung risiko. Ketiga unsur dibawah ini mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung risiko:
  1. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dan imbalan lainnya yang dianggap berharga.
  2. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian di masa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan atau keberuntungan.
  3. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan, kekalahan atau kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perjudian adalah perilaku yang melibatkan adanya risiko kehilangan sesuatu yang berharga dan melibatkan interaksi sosial serta adanya unsur kebebasan untuk memilih apakah akan mengambil risiko kehilangan tersebut atau tidak.

  1.  Motif Perjudian Kajian Psikologi
Pada salah satu ayat dalam al-Quran surat al-Baqarah [2] : 219 bahwa sesungguhnya judi tidak memberikan maslahat melainkan mudarat—judi tidak akan memberikan manfaat kepada masyarakat. Individu yang melakukan tindakan berjudi terdorong motif untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (utility maximitation) bagi kesejahteraannya. Ekspektasi itu kemudian membuat dia melakukan spekulasi dengan cara-cara yang destruktif yang menghalalkan segala cara.
Merasakan kemenangan ketika berhasil meraup keuntungan membuat eskalasi kegembiraan (euforia) sangat tinggi dan mengantar keinginan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi faktor ini sebagai pencetus (driven) yang dapat merusak. Simak saja perilaku para penjudi, akan mempertaruhkan segala sesuatu yang dianggap sebagai harta untuk didiserahkan ditempat perjudian. Sekuensial dari perilaku tersebut akan berefek kepada tindakan-tindakan yang menyimpang lainnya (disfungtional behavior), tidak lagi mematuhi pranata-pranata sosial, norma, nilai, dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus dalam masyarakat, bila tidak diselesaikan secara komprehensif, baik secara persuasif dan preventif maka akan menimbulkan penyakit sosial masyarakat.
Penyakit sosial akan sulit “diobati” bilamana didukung perilaku yang menetap telah dilakukan oleh sebagian masyarakat pada generasi sebelumnya yang terus-menerus masih dilestarikan seperti perilaku sabung ayam dan sejenisnya yang di dalamnya ada unsur judi. Terdapat pula pemahaman yang keliru oleh sebagian masyarakat bahwa perilaku-perilaku yang cenderung beraroma judi dianggap sebagai permainan dan filantropi (kerelaan memberikan sumbangan kepada pihak lain) namun semua itu jelas menggambarkan model judi yang dimodifikasi.
Perilaku berjudi menjadi bahan kajian lebih lanjut mengingat perilaku tersebut sebenarnya amat sulit diberantas. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa saja faktor yang memengaruhi perilaku tersebut ditinjau dari sudut pandang psikologi dan apakah suatu perilaku berjudi dapat dianggap sebagai perilaku yang menyimpang (patologis). Perjudian di satu pihak sangat terkait dengan kehidupan dunia bawah kita (underworld), tapi di pihak lain dilegalisasi (legitimated world), dan seakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia rekreasi dan hiburan. Keberanian mengambil risiko dan ketangguhan menghadapi ketidakpastian dalam dunia perjudian dan bisnis merupakan dua elemen yang nuansanya sama, kendati dalam konteks yang amat berbeda. Oleh sebab itu, dalam komunitas masyarakat tertentu perjudian tidak dianggap sebagai perilaku menyimpang yang dapat menimbulkan masalah moral dalam komunitas. Berbeda dengan pendapat tersebut, DSM-IV yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Assocation (APA) yang dikutip Papu (2002) mengatakan bahwa perilaku berjudi dapat dianggap sebagai gangguan kejiwaaan yang termasuk dalam Impulse Control Disorders, jika perilaku berjudi tersebut sudah tergolong kompulsif. Hal ini didasarkan atas kriteria perilaku yang cenderung dilakukan secara berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, sudah mendarah daging (menetap) dan sulit untuk ditinggalkan.
  1. Perilaku Berjudi Sebagai Patologis Sosial.
Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk dalam perilaku yang patologis, diperlukan suatu pemahaman tentang kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Menurut Papu (2002), pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu:
  1. Social Gambler§
Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori “normal” atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut membeli lottery(kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga. Di negara-negara yang melegalkan praktek perjudian dan masyarakat terbuka terhadap suatu penelitian seperti di USA, jumlah populasi penjudi tingkat pertama ini diperkirakan mencapai lebih dari 90% dari orang dewasa.
  1. Problem Gambler§ 
Penjudi tingkat kedua disebut sebagai penjudi “bermasalah” atau problem gambler, yaitu perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Para penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi bermasalah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang paling tinggi yang disebut penjudi patologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer, Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website Harvard Medical School ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis. 
  1. Pathological Gambler§
Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi “patologi” atau pathological gambler atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan, tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya.American Psychiatric Association atau (APA) mendefinisikan ciri-ciri pathological gambling sebagai berikut: “The essential features of pathological gambling are a continuous or periodic loss of control over gambling; a progression, in gambling frequency and amounts wagered, in the preoccupation with gambling and in obtaining monies with which to gamble; and a continuation of gambling involvement despite adverse consequences” .

Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu zat kimia tertentu, namun menurut para ahli, perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga dapat digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder). DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-fourth edition) yang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan mental yang disebut Impulse Control Disorder. Menurut DSM-IV tersebut diperkirakan 1% (-) 3% dari populasi orang dewasa mengalami gangguan ini. Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali di identifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain. Individu yang sudah masuk dalam kategori penjudi patologis seringkali di iringi dengan masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat (Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang berhubungan dengan fungsi seksual (Pasternak dan Fleming, 1999). Adapun kriteria individu yang dapat digolongkan sebagai penjudi yang patologis menurut DSM-IV Screen (alat yang digunakan untuk mengukur tingkatan penjudi) adalah jika individu tersebut menunjukkan 5 (lima) faktor atau lebih dari faktor-faktor sebagai berikut: 
  1. Preoccupation Terobsesi, dengan perjudian (contoh. sangat terobsesi untuk mengulangi pengalaman berjudi yang pernah dirasakan dimasa lalu, sulit mengalihkan perhatian pada hal-hal lain selain perjudian, atau secara khusuk memikirkan cara-cara untuk memperoleh uang melalui perjudian) 
  2. Tolerance, Kebutuhan untuk berjudi dengan kecenderungan meningkatkan jumlah uang (taruhan) demi mencapai suatu kenikmatan/kepuasan yang diinginkan.
  3. Withdrawal, Menjadi mudah gelisah dan mudah tersinggung setiapkali mencoba untuk berhenti berjudi.
  4. Escape, Menjadikan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah hidup atau perasaan yang kurang menyenangkan (contoh: Perasaan bersalah, ketidakberdayaan, cemas, depresi, sedih) 
  5. Chasing, Setelah kalah berjudi, cenderung kembali berjudi lagi untuk mengejar kemenangan supaya memperoleh titik impas. 
  6. Lying, Berbohong kepada anggota keluarga, konselor atau terapist atau orang lain tentang keterlibatan dirinya dalam perjudian. 
  7. Loss of control, Selalu gagal dalam usaha mengendalikan, mengurangi atau menghentikan perilaku berjudi. 
  8. Illegal Acts, Terlibat dalam tindakan-tindakan melanggar hukum, seperti penipuan, pencurian, pemalsuan, dsb, demi menunjang biaya finansial untuk berjudi.
  9. Risked significant relationship, Membahayakan atau menyebabkan rusaknya hubungan persahabatan dengan orang-orang yang sangat berperan dalam kehidupan, hilangnya pekerjaan, putus sekolah atau keluarga menjadi berantakan, atau kesempatan berkarir menjadi hilang.
  10. Bailout, Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang kepada dirinya ataupun keluarganya dalam rangka mengurangi beban finansial akibat perjudian yang dilakukan.

  1. Perilaku Berjudi Sebagai Penyakit Sosial
Perjudian merupakan salah satu bentuk penyakit sosial. Perjudian sudah ada di muka bumi ini beribu-ribu tahun yang lalu. Dalam bermain pun kadang-kadang kita tanpa sadar telah melakukan perbuatan yang mengandung unsur perjudian secara kecil-kecilan. Misalnya, dalam bermain kelereng, lempar dadu, bermain kartu, dan sebagainya siapa yang menang akan mendapatkan hadiah tertentu, yang kalah akan memberikan atau melakukan sesuatu sesuai kesepakatan. Semua itu menunjukkan bahwa dalam permainan tersebut ada unsur perjudian. Ada sesuatu yang dipertaruhkan dalam permainan judi.
Perjudian merupakan penyakit sosial yang sangat buruk. Kemenangan yang dihasilkan dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada pengrusakan karakter individu dan akan merusak kehidupannya. Banyak sudah fakta menceritakan bahwa pemenang judi tidak selalu memiiki hidup yang sejahtera, sebagian besar mengalami kemiskinan yang begitu parah dan mengalami alianasi (lketerasingan) dari keluarga dan masyarakat. Kehidupan yang semestinya dapat diperoleh dan dinikmati dengan keluarga dapat berubah menjadi keburukan. Benar adanya bilamana Allah dalam al-Quran surat al-Maidah [5] : 90-91 menfirmankan bahwa judi adalah perilaku syaitan, bila tidak dijauhi maka akan menimbulkan permusuhan dan kebencian. Konflik ditimbulkan akan merusak keharmonisan keluarga, dan masyarakat akhirnya kehidupan yang bermakna sebagai hamba Tuhan tidak akan diperoleh.
Kreativitas memodifikasi judi dapat kita lihat diberbagai tempat, Jenis judi pun bermacam-macam dari yang bersifat sembunyi-sembunyi sampai yang bersifat terbuka. Yang sembunyi-sembunyi misalnya Togel (totohan gelap), adu ayam jago, permainan kartu dengan taruhan sejumlah uang. Sedangkan judi yang terbuka, misalnya kuis dengan SMS dengan sejumlah hadiah uang atau barang yang dilakukan oleh berbagai media baik cetak maupun elektronik.
Perbuatan judi merupakan perilaku yang melanggar terhadap kaidah-kaidah, nilai-nilai, dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pelanggaran ini tidak saja hanya pada adat dan kebiasaan masyarakat, tetapi juga melanggar norma hukum. Bagi individu atau kelompok yang melakukan perjudian, maka akan mendapat sanksi baik oleh masyarakat maupun berupa sanksi hukum. Sanksi masyarakat misalnya dikucilkan oleh masyarakat, dipergunjingkan, tidak dihargai dan lain sebagainya. Sedangkan secara hukum perjudian merupakan pelanggaran terhadap hukum posistif seperti yang termaktuk dalam KUHP pasal 303 dengan selama-lamanya dua tahun delapan bulan (2 tahun 8 bulan) atau denda sebanyak-banyknya sebesar Rp600.000,-
Karena menjadi penyakit sosial masyarakat, maka untuk memberantasnya diperlukan kerjasama yang terintegtasi dan konstruktif antara berbagai komponen baik masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahadiyan (2009) dan Kantor LITBANG Bandung (2005) hasil penelitian mereka menyimpulkan perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk melakukan upaya pencegahan secara preventif, represif dan persuasif. Diperlukan sosialisasi secara masif untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat dengan pendekatan para tokoh agama setempat.

  1. Pengendalian Sosial Upaya Mencegah dan Merehabilitasi Patologi Sosial
Pengendalian sosial adalah upaya atau cara yang dilakukan masyarakat untuk menertibkan anggotanya masyarakatnya yang menyimpang, melanggar, atau membangkang terhadap nilai, aturan dan norma. Pengendalian ini dilakukan untuk mencegah munculnya penyimpangan sosial dan penyakit sosial. Pengendalian sosial dilakukan agar masyarakat mau mematuhi aturan dan norma yang berlaku. Di samping itu, pengendalian sosial dimaksudkan agar terwujud keserasian bermsayarakat, tercipta ketertiban dalam kehidupan, memperingatkan para pelaku untuk tidak berperilaku menyimpang dan bertentangan dengan nilai, norma dan aturan.
Lalu bagaimana cara pengendalian sosial, bagaimana bentuk pengendalian sosial dan lembaga apa saja yang dapat berperan dalam pengendalian sosial dan merehabilitasi patologi sosial? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, cermati uraian berikut ini. Paling tidak ada empat cara untuk pengendalian sosial, yaitu persuasif, koersif, penciptaan situasi yang dapat mengubah sikap dan perilaku, dan penyampaian nilai norma dan aturan secara berulang-ulang.

  1. Persuasif
Cara ini dilakukan dengan penekanan pada usaha membimbing atau mengajak berupa anjuran. Contoh, penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima) dengan memindahkan ke lokasi- lokasi tertentun yang sudah disiapkan.
  1. Koersif
Mestinya langkah ini ditempuh setelah langkah persuasif telah dilakukan. Apabila dengan anjuran, bujukan tidak berhasil, tindakan dengan kekerasan bisa dilakukan. Contoh polisi pamong praja, membongkar paksa lapak (termpat berjualan) PKL yang menurut informasi masyarakat sering dialkukan tempat perjudian. Aparat kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang diduga melakukan praktek-praktek perjudian, menangkap bandar judi Togel dan sabung ayam untuk kemudian diproses di tindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan seperti itu, bertujuan untuk menerapi pelaku agar merasakan sanksi ketika berperilaku menyimpang sehingga ada efek jera yang dirasakan, di harapkan dengan efek tersebut pelaku akan sadar.
  1. Penciptaan Situasi yang Dapat Mengubah Sikap dan Perilaku (kompulsif)
Pengendalian sosial sangat tepat bila dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi yang dapat mengubah sikap dan perilaku seseorang. Misalnya, ketika para penjudi melakukan perjudian sabung ayam tanpa mau mengindahkan ketentuan pemerintah, pemerintah, penegak hukum (kepolisian), dan para tokoh agama memberikan sosialisasi berupa himbauan-himbauan secara intensif berupa implikasi negatif terhadap kehidupa individu dan keluarga, melalui media-media efektif seperti radio atau tempat yang efektif (misalnya; balai desa, tempat ibadah, atau datangi rumah warga).

  1. Penyampaian Nilai, Norma dan Aturan Secara Berfulang-ulang (vervasi).
Pengendalian sosial juga dapat dilakukan dengan cara penyampaian nilai, norma, aturan secara berulang-ulang. Penyampaian ini bisa dengan cara ceramah maupun dengan dibuatkannya papan informasi mengenai aturan, nilai dan norma yang berlaku. Dengan cara demikian diharapkan nilai, norma dan aturan dipahami dan melekat pada diri individu anggota masyarakat.

Metode lain yang dapat dilakukakan, untuk mengendalikan dan mencegah penyakit atau penyimpangan sosial, maka bentuk-bentuk pengendalian sosial dapat dilakukan melalui cara-cara; menolak perilaku tersebut, teguran, pendidikan, agama, pengucilan, dan meminta pihak lain menanganinya.
a)      Menolak
Seseorang yang melanggar nilai, norma dan aturan mendapat cemoohan atau ejekan dari masyarakatnya, sehingga ia malu, sungkan, dan akhirnya meninggalkan perilakunya.

b)      Teguran
Orang yang melanggar nilai, norma dan aturan diberikan teguran, nasehat agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar nilai, norma dan aturan.

c)      Pendidikan
Melalui pendidikan seorang individu akan belajar nilai, norma dan aturan yang berlaku. Dengan demikian ia dituntun dan dibimbing untuk berperilaku sesuai dengan nilai, norma dan aturan yang berlaku. Pendidikan ini bisa dilakukan di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah.
d)     Agama
Agama memiliki peran yang sangat besar dalam pengendalian sosial. Orang yang memiliki agama akan memahami bahwa melanggar nilai, norma dan aturan di samping ada hukuman di dunia juga ada hukuman di akherat. Dengan pemahaman ini maka, individu akan terkendali untuk tidak melanggar nilai, norma dan aturan yang berlaku.
Menurut Papu (2002) menyikapi perilaku berjudi dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang krusial untuk diperhatikan:
  1. Mengingat bahwa perjudian amat sulit untuk diberantas, maka hal pertama yg perlu diperhatikan untuk melindungi anggota keluarga agar tidak terlibat dalam perjudian adalah melalui penanaman nilai-nilai luhur di mulai dari keluarga, selaku komunitas terkecil dalam masyarakat. Kalau orangtua dapat menanamkan nilai-nilai luhur pada anak-anak sejak usia dini maka anak akan memiliki kontrol diri dan kontrol sosial yang kuat dalam kehidupannya, sehingga mampu memilih alternatif terbaik yang berguna bagi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Penanaman nilai-nilai bukan hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata tetapi juga lebih penting lagi melalui keteladanan dari orangtua.
  2. Mengingat pula bahwa perilaku berjudi sangat erat kaitannya dengan pola pikir seseorang dalam memilih suatu alternatif, maka sangatlah perlu bagi orangtua, pendidik dan para alim ulama untuk mengajarkan pola pikir rasional. Pola pikir rasional yang saya maksudkan adalah mengajarkan seseorang untuk melihat segala sesuatu dari berbagai segi, sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak alternatif yang ditawarkan. Dengan memiliki kemampuan berpikir rasional seseorang tidak akan dengan mudah untuk mengambil jalan pintas.
  3. Bagi anda yang merasa sudah sangat sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi, sebaiknya anda tidak segan-segan untuk meminta bantuan orang-orang professional seperti psikiater, psikolog, konselor atau terapist. Bekerjasamalah dengan mereka untuk melepaskan diri dari masalah perjudian. 
  4. Jika memang tidak memiliki pengendalian diri yang tinggi maka jangan sekali-kali anda mencoba untuk berjudi, sekalipun itu hanya perilaku berjudi tingkat pertama. Jangan pula menjadikan judi sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan anda sehari-hari. Jika memang memiliki masalah mintalah bantuan pada orang-orang professional, bukan pergi ke tempat-tempat perjudian.
  5. Perkuat iman kepada Tuhan dan perbanyak kegiatan-kegiatan yang bersifat religius. Dengan meningkatkan iman dan selalu mengingat ajaran agama, sesuai dengan keyakinan masing-masing maka kemungkinan untuk terlibat perjudian secara kompulsif akan semakin kecil.















HASIL OBSERVASI
  1. Wawancara dengan pelaku perjudian.
Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat indonesia. Banyaknya pertandingan sepak bola yang disiarkan oleh stasiun televisi justru dijadikan sarana bermain judi. Meskipun perjudian telah di atur dalam undang-undang yang mempunyai sanksi bagi yang melanggarnya tetapi tetap saja banyak perjudian sepak bola yang terjadi dalam masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian sendiri hanya sebatas menyebar anggota polisi berpakaian preman dilapangan, selebihnya hanya menunggu hasil laporan dari anggota masyarakat. Biasanya para pelaku mengadakan perjudian ini hanya lewat telepon atau SMS saja dan segala pembayaran dilakukan melaui transfer antar Bank. Sanksi hukuman bagi pelaku perjudian yang tertangkap sendiri adalah pidana penjara dan denda. Sampai saat ini belum ada kasus yang terungkap.
Berdasarkan observasi yang kami lakukan pada seorang pelaku penjudi yang bernama coki (nama samaran) seorang mahasiswa umur 22 tahun, berkuliah disalah satu Universitas ternama di Bandung, semester 6. saudara Coki ini mulai berjudi ketika dibangku SMA, berawal dari iseng-iseng sampai akhirnya ketagihan hingga sekarang. Saudara Coki ini biasa melakukan bermacam-macam judi, seperti judi sepak bola.menurut Dia judi sepak bola ini sangat mudah dilakukan dan hanya menghabiskan modal yang sedikit, caranya hanya bermodal SMS atau lewat telepon saja. Prosedur yang di gunakan saudara Coki ini yaitu dengan cara datang ke tempat Bandar perjudian yang tempatnya di stasiun kereta Api Bandung ataupun dapat menelpon dari rumah, kemudian pasang taruhan yang di inginkan. Dia juga sering join dengan teman dalam memasang taruhan sehingga keuntungan yang didapatkan lebih besar, kira-kira sekitar Rp 6 juta rupiah. Judi jenis ini memang tergolong aman karena sering dilakukan dirumah. Saudara Coki juga mengatakan bahwa sering terjadinya sidak aparat kepolisian di daerah stasiun kereta api. Pernah suatu hari Bandar judinya tertangkap oleh polisi. Tetapi tidak berapa lama tertangkap kemudian Bandar tersebut melakukan negisiasi agar segera dibebaskan, dengan timbal baliknya Bandar tersebut harus membayar uang sogokan sebesar Rp 1,5 juta kepada polisi. Tidak berapa lama perjudian tersebut dibuka kembali setelah Bandar judinya keluar dari penjara. Dari kejadin ini kita dapat menyimpulkan bahwa tidak adanya sikap kepatuhan terhadap hukun negara, seharusnya aparat kepolisian itu dapat menegakkan hukum-hukum yang berlaku dan memberantas penyakit masyarakat yang salah stunya adalh perjudian.
Selain judi sepak bola saudara Coki pun mengungkapkan, Dia juga sering melakukan judi kartu dalam bentuk permainan qyu-qyu ataupun  samyoung, dengan memasang sejumlah taruhan yang bervariasi. Permainan ini pun terbagi kedalam 2 kelas yaitu kelas “ daging” (skala besar) dan kelas “cucuk” (skala kecil). Keuntungan dalam permainan judi ini bisa mencapai kisaran Rp 2 juta. Kegiatan judi ini sering dilakukan di sebuah rumah di daerah Cijerah, Bandung. Kemudian tidk hanya itu perilaku berjudi ini juga dilakukan dengan pesta miras. Jadi sudah barang tentu para penjudi ssini tidak lagi mematuhi pranata-pranata sosial, norma, nilai, dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus dalam masyarakat.
Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Banyaknya pertandingan sepak bola yang disiarkan oleh stasiun televisi justru dapat semakin membuka kesempatan orang untuk melakukan perjudian sepak bola. Meskipun perjudian telah diatur dalam undang-undang dan mempunyai sanksi bagi yang melanggarnya tetap saja banyak perjudian sepak bola yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena belum pernah ada kasus perjudian sepak bola yang diungkap oleh polisi. Upaya yang dilakukan pihak kepolisian sendiri hanya sebatas menyebar anggota polisi berpakaian preman di lapangan, selebihnya hanya menunggu adanya laporan dari anggota masyarakat. Belum pernah ada kasus perjudian sepak bola yang terungkap juga disebabkan karena kegiatan yang dilakukan para penjudi dan bandar judi sangat rapi dan terorganisir, biasanya para pelaku mengadakan perjudian ini hanya lewat telepon atau SMS saja dan segala pembayaran dilakukan melalui transfer antar bank. Sanksi hukuman bagi pelaku perjudian yang tertangkap sendiri adalah pidana penjara atau denda. Sampai saat ini belum ada kasus yang terungkap.

Berdasarkan observasi yang kami lakukan  kami melihat para penonton pertandingan bola selalu mengadakan taruhan dengan menggunakan uang atau pulsa.

















WAWANCARA KE INSTANSI PEMERINTAHAN

  1. a.    Wawancara kepada pihak terkait
  2. POLISI
Aparat Kepolisian Sektor Cidadap mengamankan dua alat judi mesin dari Terminal Lembang, Kota Lembang,Bandung Barat, Senin (31/10/2011). Tempat judi itu sudah beroperasi selama sembilan bulan. pihaknya juga memintai keterangan Bukuy (35), pemilik mesin judi, dan Heru (37), pemilik warung. “Sayangnya para pelaku perjudian melarikan diri sebelum kami sampai di lokasi,” kata Alam. Alam menambahkan, informasi adanya aktivitas judi itu berasal dari masyarakat. “Rata-rata keuntungannya Rp 300.000 per hari. Para tersangka akan diancam menggunakan Pasal 303 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara,” kata Alam. 

  1. SATPOL PP
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja saat melakukan sidak di sekitar alun-alun menemukan orang-orang yang sedang berjudi, kemudian  melakukan pengrebekan terhadap arena judiKyu-Kyu yang berada di warung remang-remang dari hasil pengrebekan itu petugas berhasil menangkap 3 pelaku salah satunya adalah merupakan oknum dari anggota polisi.
Data yang berhasil dihimpun, tiga pelaku judi yang di grebek oleh petugas tersebut adalah Sutikno, warga Kelurahan cimahi, Budiyono, warga Kelurahan Batujajar, Bandung. Penangkapan terhadap 3 pelaku judi jenis Kyu-Kyu tersebut, bermula saat petugas dari Sat Reskrim mendapatkan informasi dari warga sekitar kelurahan Kebonsari tersebut bahwa ada perjudian yang berada di pos Satpam itu.
Dari informasi tersebut petugas  langsung datang di lokasi perjudian itu, para pemain mungkin tidak mengira akan ada sidak petugas Satpol PP, yang menangkapnya karena mereka sedang bermain dengan oknum polisi.
Namun tanpa disadari oleh para pelaku petugas yang datang dengan berpakaian preman langsung datang di lokasi judi itu dan langsung mengrebek para pemain.
Saat dilakukan pengrebekan, satu oknum anggota polisi yang ikut tertangkap dalam perjudian tersebut masih berseragam lengkap, pasalnya anggota tersebut dalam keadaan piket jaga di bank itu, namun malah ikut dalam permainan judi Kyu-Kyu itu. “Setelah tertangkap semua pelaku langsung diamankan di Mapolres untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, selain itu sejumlah barang bukti juga sudah kita amankan guna penyelidikan,” terang Kasubbag Humas Polres Bandung Barat.
Dari tangan para pelaku petugas berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 290.000, satu set katu Domino, dan satu buah buku, serta satu buah kursi yang digunakan para pelaku saat bermain judi tersebut.
  1. b.             Alternatif kebijakan yang tepat sasaran kepada masyarakat
Perjudian sudah menjadi penyakit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan masalah perjudian sudah menjadi penyakit akut masyarakat, maka perlu upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis, tidak hanya dari pemerintah dan aparat penegak hukum saja, tetapi juga dari kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama dan bahu membahu menanggulangi dan memberantas semua bentuk perjudian.
Regulasi yang ada saat ini belum mampu menjawab permasalahan perjudian di Indonesia. Pidana berat belum tentu mampu memberantas perjudian. Diperlukan mens rea atau niat dari masyarakat yang perlu menjadi pertimbangan dalam membuat peraturan yang benar-benar mampu menutupi ruang untuk melakukan perjudian. Untuk itu perlu dibuat peraturan baru yang tidak hanya memberikan peran penting kepada aparat hukum dan pemerintah dalam menangani perjudian tetapi juga peran penting kepada masyarakat



  1. c.              Rencana tindakan
Perjudian tetap saja sulit untuk diberantas, jangankan diberantas dikurangi saja sulit, perjudian tetap eksis dimasyarakat. Memberantas perjudian layaknya mengosongkan air laut. Meski pidananya sudah jelas dan perjudian memang salah serta sudah dikonstruksikan sebagai tindak pidana oleh KUHP. Ada wacana yang menyebutkan agar perjudian dilegalkan sekalian dengan membuat pengawas yang ketat atas perjudian. Jika dikaji lebih mendalam perjudian pada dasarnya bagian dari perikatan dan masuk pada ranah perdata.
Jika dilihat dari segi Kriminologi, dalam penanganan perjudian Kriminologi memiliki peran besar agar memberikan seluk-beluk tentang perjudian sehingga bisa dipakai dalam hukum pidana untuk dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan manfaat Kriminologi yaitu :
  1. Salah satu dasar /latar belakang ilmu untuk profesi dan pekerja sosial dapat menggunakan kriminologi dalam menaggulangi masalah masyarakat yang ditangani. Dalam hal ini Kriminologi dapat dipakai sebagai cara dalam penanggulangan perjudian. Sehingga bisa diketahaui faktor yang menyebabkan tetap saja dilakukan oleh masyarakat.
  2. Untuk menghindarkan rasa benci atau rasa simpati yang tidak positif/tidak sehat pada pelaku kejahatan. Pandangan masyarakat yang menganggap negatif terhadap pelaku kejahatan dalam perjudian bisa dicegah.
  3. Manfaat lain baik bagi pribadi, masyarakat maupun ilmu pengetahuan sendiri. Kriminologi memberikan masukan dalam bidang akademik terutama dalam hal edukasi mengenai ilmu dan pengetahuan tentang perjudian.

Perjudian itu sendiri dapat digolongkan sebagai kejahatan konvensional karena sampai saat ini justru menjadi kebiasaan yang sulit untuk diberantas dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Perkembangan dari perjudian itu sendiri saat dapat digolongkan sebagai kejahatan terorganisasi. Karena saat ini malah dilegalkan dan dalam pelaksanaannya sudah terorganisir, bahkan bisa juga dikategorikan sebagai kejahatan profesional yang mana saat ini perjudian jusrtu dijalankan sebagai profesi yang menetap yang memberikan penghasila yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan peninjauan dilapangan dilingkungan masyarakat sehari-hari, terdapat berbagai hal yang mendorong mengapa melakukan perjudian. Ada yang hanya sekedar iseng, menambah uang saku bahkan untuk mata pencaharian. Ada yang melakukan dengan intensitas yang jarang, sering bahkan ada yang melakukannya setiap. Jika dibandingkan dengan pemasukan dan pengeluaran yang melakukan perjanjian sangat timpang. Pengeluaran untuk perjudian cenderung lebih besar daripada pemasukannya. Tetapi hal itu tidak menjadi penghalang bagi pelaku perjudian. Faktanya ketagihan untuk mendapat keuntungan dalam perjudian menjadi fakor utama dalam perjudian. Kesukaan dengan dunia sepakbola hanyalah alasan accesoir dalam melakukan perjudian.
Oleh karena itu aparat penegak hukum segera memberantas permaslahan perjudian ini sampai keakar-akarnya. Di butuhkan kerjasama dengan semua anggota masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan jika ada orang-orang yang melakukan perjudian.










KESIMPULAN
Perilaku perjudian jelas sangat bertentangan dengan norma, nilai, dan hukum yang bersumber dari agama dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Motif berjudi sebenarnya terobsesi oleh adanya insentif ekonomi yang bagi pelaku diekspektasikan akan memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat maka dengan tercetuslah perilaku judi yang bila dianggap sebagai adiksi maka kemudian berubah menjadi kompulsif.
Dari uraian tersebut, dapat dberikan kesimpulan, bahwa:
  1.  Individu yang melakukan tindakan berjudi terdorong motif untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (utility maximitation) bagi kesejahteraannya. Sekuensial dari perilaku tersebut akan berefek kepada tindakan-tindakan yang menyimpang lainnya (disfungtional behavior), tidak lagi mematuhi pranata-pranata social, norma, nilai, dan hukum positif sehingga akan menimbulkan virus dalam masyarakat. Bagi kajian psikologi sosial, perilaku berjudi dapat dianggap sebagai gangguan kejiwaaan yang termasuk dalam Impulse Control Disorders bilamana perilaku tersebut cenderung melakukannya secara masif dan intens dan sifatnya menetap dan sulit untuk dikendalikan ketergantungan terhadap judi dapat dikategorikan sebagai adiksi kompulsif.

  1. Perjudian merupakan penyakit sosial yang berimplikasi buruk terhadap lingkungan sosial masyarakat. Kemenangan yang diperoleh dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada pengrusakan karakter individu dan kehidupannya. Banyak sudah fakta menceritakan bahwa pemenang judi tidak selalu memiiki hidup yang sejahtera, sebagian besar mengalami kemiskinan yang begitu parah dan mengalami alianasi (keterasingan) dari keluarga dan masyarakat. Kehidupan yang semestinya dapat diperoleh dan dinikmati dengan keluarga dapat berubah menjadi keburukan. Benar adanya bilamana Allah dalam al-Quran surat al-Maidah [5]:90-91 menfirmankan bahwa judi adalah perilaku syaitan, bila tidak dijauhi maka akan menimbulkan permusuhan dan kebencian.

  1.  karena keburukan yang ditimbulkannya maka diperlukan suatu perencanaan yang strategis antar komponen, baik instansi pemerintah, aparat penegak hukum, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk selalu berikhtiar mengeliminir perilaku judi dan berbagai media judi dengan berbagai tindakan. Tindakan yang dilakukan harus menyentuh akar masalah, dengan melakukan kajian yang komrehensif akan memberikan gambaran secara holistik persoalan dan bagaimana untuk mencegahnya. Terdapat beberapa alternatif produktif dalam mengendalikan dan merehabilitasi perilaku perjudian tersebut. Namun langkah yang kecil tetapi dapat memberikan kontribusi yang sangat besar adalah dengan memberikan edukasi dan pemahaman dari orang tua kepada anak dan didukung dengan pemahaman agama yang baik akan menjadi imunitas yang kuat untuk menangkal penyakit judi yang dianggap sebagai patologi sosial.











LAMPIRAN-LAMPIRAN
  1. Foto-foto observasi


  1. Pelaku perjudian                                                  
                         judi di warung                               judi di kosn


  1. Bukti-bukti (alat-alat yang digunakan ketika berjudi)

             
Kartu remi beserta uang taruhan               judi togel

            
Judi online                                                 judi togel


DAFTAR PUSTAKA

  • Alquran. 1971. Al quran dan Tafsir. Kerjasama Departemen Agama dengan Lembaga Percetakan Al-Quran Raja Fahd, Arab Saudi.

  • Carson, C. Robert., dan Butcher, James N. 1992. Abnormal Psychology and Modern Life. Ninth edition. New York: Harper Collins Publishers Inc.


  • Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial. Rajagrafindo Press. Jakarta.

  • Papu, Johanes. 2002. Perilaku Berjudi ://www.e-psikologi.com/epsi/sosial_detail.asp/diakses tanggal 12 Maret 2010.



  • Shaffer, H. J., Hall, M. N., dan Vander Bilt, J. (1999). Estimating the Prevalence of Disordered Gambling Behavior in the United States and Canada: A Research Synthesis. American Journal of Public Health, 89, 1369-1376.http://www.basisonline.org/2001/03/index.html/ diakses tanggal 12 Maret 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar