Dalam sebuah stasiun TV swasta, ditayangkan sebuah acara berkonsep debat antara 2 pihak yang pro dan kontra untuk saling berdebat dan menyampaikan pendapat. Kali ini judulnya “Pro Kontra Legalitas Judi” yang menghadirkan dua narasumber Ridwan Sadi seorang tokoh masyarakat sebagai pihak yang kontra terhadap wacana melegalitaskan judi melalui lokasisasi judi. Dan narasumber lain yaitu Permadi, anggota DPR sebagai pihak yang pro terhadap legalitas judi melalui debuah lokalisasi.
Topik
di atas mengingatkan tentang kenyataan yang terlanjur terjadi di negara
ini, yang sempat saya tuangkan dalam tulisan di kompasiana ini yaitu lokalisasi prostitusi yang
secara kasar saya artikan sebagai legalitas porstitusi. Dari tulisan
saya itulah baru saya ketahui kalau lokalisasi protitusi dilandasi
alasan keamanan untuk melokalisasi prostitusi yang dulunya tersebar di
jalan-jalan yang meresahkan masyarakat. Tapi hati saya tetap
menyanggahnya “toh setelah dilokalisasi, prostitusi jalanan tetap
banyak..tetap ada..kenapa malah difasilitasi dengan memberi tempat
prostitusi?bukannya dirazia dengan law enforcement yang tegas..?”
Kembali
lagi ke acara televisi di atas mengenai legalisasi judi, dan ternyata
latar belakangnya sama, untuk melokalisasi judi agar tidak menjamur di
masyarakat dan hanya ada di daerah yang ditentukan itu disamping alasan
pajak perjudian itu.
Aneh..apakah
sebuah negara yang dibangun melalui hal yang tidak baik mampu
menghasilkan hal yang baik?tidak cukupkah peringatan-Nya melalui bencana
alam yang bertubi-tubi menerpa bangsa ini. Pajak judi pada akhirnya
tercampur dalam penerimaan perpajakan yang digunakan untuk membangun
bangsa ini, apakah anda sebagai PNS rela digaji melalui pajak yang
dipungut dari judi?
Jelas
sudah ada contohnya di negeri ini, dimana lokalisasi prostitusi Dolly di
Surabaya didirikan, toh nyatanya di Jakarta tetap ada kawasan melawai
yang sudah menjadi rahasia umum mengenai tempat prostitusi jalanan.
Artinya meskipun dilokalkan, prostitusi tetap ada di masyarakat. Toh kan ada razia PSK..nah mengapa tidak di razia dari awal, bukannya diberikan fasilitas.
Disamping
itu, agama manapun di negara ini setahu saya tidak ada yang
menghalalkan judi. Dan ada satu hal prinsip yang berbeda antara judi dan
prostitusi. Orang ketagihan prostitusi dampak nekatnya relatif kecil,
sangat berbeda dengan judi, dimana seorang penjudi pasti tidak akan
berhenti berjudi sampai seluruh hartanya habis untuk berjudi,
menang..judi lagi karena 1 juta ingin jadi 2 juta…2 juta dapet, judi
lagi karena ingin dijadikan 4 juta..nah saat hartanya habis, bagaimana
dengan kenekatan si penjudi itu?apakah mereka memikirkan dampak
kenekatan penjudi dalam mendapatkan harta untuk berjudi lagi?dampak
kenekatan tersebut lebih mengarah pada kriminalitas.. pencurian..
perampokan.. copet.. penodongan.. karena mereka gelap mata, yang ada
dalam benaknya hanya harta untuk mengembalikan modal judinya yang telah
habis. Belum lagi jika penjudi itu berkeluarga, dan akibat judi yang
menguras hartanya, nasib kelurganya jadi terlantar.
Faktanya,
judi telah ada dari generasi ke generasi, kalau solusinya adalah
memfasilitasi dengan menyediakan tempat untuk melegalkan judi, maka
bagaikan memadamkan api dengan karung goni kering, adanya malah api itu
membesar, bukan padam.
.
Semoga
apapun yang diputuskan mengenai wacana lokalisasi judi dapat menjadi
sumbangsih yang baik bagi bangsa in tanpa mengebiri aspek agama, tanpa
melupakan dampak luasnya terhadap masyarakat, tanpa melupakan kewajiban
negara dalam mendidik warga negaranya dengan baik.
Salam kompasiana
(http://hiburan.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar