Minggu, 03 April 2016

Perpustakaan Mewah Mimpi Wakil Rakyat


 Hasil gambar untuk perpustakaan dpr
Demi mencerdaskan bangsa, kita sepakat, perpustakaan memang sangat dibutuhkan. Perpustakaan juga punya nilai representatif mendukung kinerja Dewan. Namun, apakah harus terbesar se-Asia Tenggara?
=========


DPR berencana membangun gedung baru yang di dalamnya terdapat perpustakaan parlemen terbesar se-Asia Tenggara. Sudah ada ancang-ancang lokasi perpustakaan beranggaran Rp 570 miliar ini. Di APBN 2016, sudah ada anggaran sebesar Rp 570 miliar untuk proyek pembangunan DPR ini.

DPR mempublikasikan rencana lokasi perpustakaan itu lewat akun Twitter @DPR_RI, Selasa (29/3). Areanya masih di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Letaknya berada di samping Gedung Nusantara yang dikenal dengan bentuk menyerupai tempurung kura-kura itu.

Perpustakaan ini direncanakan bisa menyimpan 600.000 buku dan terbuka untuk umum. Tetapi belum ada penjelasan soal rancangan atau spesifikasinya lebih lengkap.

Ketua DPR Ade Komarudin mengemukakan wacana ini dipublikasikan setelah menerima para cendekiawan pada Selasa (22/3) lalu. Pria yang akrab disapa Akom ini menganggap usulan para cendekiawan sebagai ide baik yang seharusnya diperjuangkan.

"Kalau dengan akal sehat, saya kira tidak ada alasan untuk merecoki usulan para cendekiawan itu. Mereka lebih bijak, lebih mengerti bagaimana mencerdaskan bangsa ini," kata Akom.

Akom baru akan membicarakan usulan ini dengan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dan fraksi-fraksi setelah masa reses. Meski begitu, dia percaya diri bisa meyakinkan semua pihak. "Saya siap hadapi baik luar DPR, dalam, termasuk jika pemerintah yang menolak," ucap politikus Partai Golkar ini.

Wacana ini spontan mengundang polemik. Sesama anggota DPR saja ada beragam pendapat. Wakil Ketua BURT DPR Dimyati Natakusuma tak setuju dengan rencana Ketua DPR Ade Komarudin untuk membangun perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara. Dia menilai gagasan tersebut terlalu berlebihan. "Kalau terbesar se-Asia Tenggara tidak perlu, kemahalan. Kita berharap biayanya tidak lebih dari Rp 100 miliar," kata Dimyati di DPR Senayan, Rabu (30/3).

Dimyati mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia tidak memungkinkan untuk membangun perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara. Apalagi, lanjutnya, pemerintah sudah memberlakukan moratorium pembangunan gedung baru untuk kementerian dan lembaga. Dengan moratorium itu, DPR tidak bisa membangun gedung baru.

Namun dia menilai, DPR masih bisa memanfaatkan gedung atau perpustakaan yang ada saat ini untuk direnovasi menjadi lebih baik.

"Yang penting kita tidak bangun pondasi baru. Pak Ade Komarudin sebagai speaker boleh dia sampaikan pemikirannya, tapi prosedur ada di BURT," ucap Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.

Dimyati mengaku, BURT sudah melakukan kunjungan kerja ke Library of Congress di Amerika Serikat. BURT akan mengadopsi sebagian konsep perpustakaan terbesar di dunia itu. Namun, perpustakaan yang akan dibangun DPR kelak tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan Library of Congress.

Sementara itu Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, menuturkan pembangunan gedung DPR sudah ada surat dari Presiden Joko Widodo sekitar akhir 2014 atau awal 2015, khususnya untuk pengadaan fasilitas penataan di legislatif. "Juga ada suratnya, dipersilakan untuk membangun gedung-gedung yang diperlukan," kata Fadli, di kantor MMD Initiative, Jakarta, Rabu (30/3).

Fadli menjelaskan, DPR berkirim surat perihal tersebut dengan atas nama Sekretaris Negara (Setneg). Menurutnya, kalau memang pemerintah tidak memiliki uang untuk membangun gedung, maka hanya perlu mengatakan terus terang. "Ada suratnya kok atas nama Setneg. Bagaimana ini, pemerintah enggak ngerti suratnya sendiri. Kalau enggak ada uang bilang terus terang, negara ini mau bangkrut bilang terus terang," katanya.

Pembangunan gedung seperti perpustakaan, museum, dan ruang tenaga ahli, kata Fadli, merupakan kebutuhan. "Tapi, sekali lagi kalau enggak ada uang, batalin saja. Tidak masalah. Tapi kalau ada, ini suatu kebutuhan yang diperlukan. Itu kan terserah pro kontra. Kalau mau merevisi juga tidak masalah. Misalnya, enggak ada uang. Kalau enggak uang mau dipaksakan apa," tandasnya Fadli.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, mengatakan Presiden telah memoratorium pembangunan seluruh gedung yang berlaku umum, kecuali untuk pendidikan dan keperluan mendesak lainnya. Pramono mengingatkan bahwa izin tersebut harus melalui Seskab dan hingga kini Presiden belum menyetujui pembangunan perpustakaan DPR.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berpendapat rencana itu harus diimbangi dengan prioritas DPR soal legislasi agar kepercayaan publik tetap terjaga. Perpustakaan DPR belum menjadi prioritas untuk saat ini. "Saya melihat prioritasnya belum di situ. Prioritasnya tingkatkan legislasi, keaktifan dalam kegiatan DPR, tentang DPR yang dipersepsikan oleh publik terkait masalah korupsi, ketidak-hadiran. Kalau itu sudah terlampaui, katakanlah nilainya B, saya kira rakyat akan mengerti," jelas dia.

Dalam nada sedikit  minor, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) menilai rencana pembangunan perpustakaan merupakan niatan segelintir anggota DPR yang mempunyai kepentingan. Formapi melihat, perpustakaan yang ada sekarang saja belum dimanfaatkan secara maksimal. "Perpustakaan hampir pasti penting. Semua tahu. Namun membanggakan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara, apa relevansi? Untuk membaca atau untuk gagah-gagahan saja," kata peneliti Formapi Lucius Karus seperti dikutip dihubungi merdeka.com, Senin (28/3).

"Saya juga sangsi, ada anggota DPR yang ke perpustakaan. Jika perpustakaan dimanfaatkan secara maksimal, tidak perlu lagi anggota DPR studi banding ke luar negeri," ujarnya.

Dia pun menyayangkan langkah sejumlah cendikia yang disebut sebagai penggagas pembangunan perpustakaan tersebut. Menurutnya, rencana tersebut murni inisiasi anggota DPR, dan para cendikiwan dimanfaatkan oleh legislatif untuk memuluskan pembangunan tersebut.

"Kasihan banget cendikiawan itu, Mereka dimanfaatkan untuk meligitimasi pembangunan perpustakaan. Mereka (cendikiawan) dengan polosnya mendukung tanpa bisa melihat kepentingan yang bermain," ujar Lucius.

Sah-sah saja kita bermimpi memiliki perpustakaan besar dan lengkap seperti Library of Congress yang konon memiliki koleksi 36 juta buku, atau National Library of China di Beijing yang jadi perpustakaan terbesar di Asia dengan koleksi 23 juta buku.

Hanya saja, niat ‘mulia’ wakil rakyat tetap saja mengundang kecurigaan dan tanda tanya besar. Apa urgensinya membangun fasilitas megah yang menelan anggaran ratusan miliar rupiah di tengah kesulitan ekonomi masyarakat. Apa betul legislator kita punya minat baca tinggi.

Kecurigaan muncul lantaran proyek perpustakaan dianggap akal-akalan DPR memuluskan rencana membangun kantor mewah yang sejak lama direncanakan tapi selalu menuai penolakan rakyat, serta tidak didukung pemerintah. Maka, ketika ada rombongan cendekiawan bertandang ke DPR dan melempar wacana pembangunan perpustakaan besar, ide cemerlang ini langsung ditangkap.

Bukan rahasia lagi, kepercayaan publik terhadap DPR kian tergerus menyusul rangkaian kasus yang menjerat anggota Dewan, baik korupsi, suap, maupun sikap tak terpuji lainnya.

Bila memang wakil rakyat punya niat mulia mencerdaskan bangsa, ada skala prioritas. Anak-anak di pelosok negeri ini haus pengetahuan, butuh bacaan dan perlu perpustakaan. Lebih baik bangun perpustakaan di daerah pelosok guna menumbuhkan minat baca serta memenuhi dahaga generasi muda akan ilmu pengetahuan. Legislator harus mencontoh para relawan yang ikhlas merogoh kantong sendiri, membuat kios bacaan sederhana di kampung-kampung demi mencerdaskan warga sekitar. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar