Rabu, 18 Juni 2014

Kisah Nyata: Tragis Nya Penjudi Menyambut Maut

Kisah Nyata: Tragis Nya Penjudi Menyambut Maut

Judi, miras dan prostitusi, adalah saudara sekandung, bukan? Begitulah pada umumnya. Tetapi di pedesaan situasinya sedikit berbeda, yang nomor tiga itu (prostitusi) agar berkurang, mungkin karena alasan-alasan kemasyarakatan. Dan bagi Pak Bokir, hanya ada satu keahliannya, yaitu judi. Alasannya jelas dan tegas, “Hanya orang tolol yang berjudi setengah mabuk!” ia berkata. Dan mengenai prostitusi ia menyatakan, “Gila! Itu pekerjaan gila, saya tidak suka….!”

Mau main remi? selikur? joker karo? domino? Catur? Terserah saja, pilih yang mana. Pak Bokir selalu setia melayani, yang penting bertaruh uang. Sebagai penjudi tulen ia berpantang menolak tantangan. Setiap hari ia berada di warung itu, kadangkala tidak pulang ke rumahnya sampai berhari-hari.

Terang dalam ingatan saya ketika masih SMP dahulu. Pulang sekolah saya mampir di warung itu, menonton mereka bermain kartu. Satu hal yang saya kagumi dari Pak Bokir adalah kemampuannya menjentikkan jari di meja, meminta tambahan kartu, mahir sekali. “Cletak..!” begitu bunyinya, nyaring dan keras. Saya pernah coba-coba meniru cara itu, menjentikkan jari di lantai, amboooii…. ujung jariku sakit sekali!

Tibalah saatnya Pak Bokir sakit. Demam panas berhari-hari. Terkulai di tempat tidur, sepertinya penyakitnya sangat parah. Berkali-kali Pak Bokir mengigau dan tak sadarkan diri. Tetapi dalam keadaan tak sadar itu, ia kerap menjentikkan jarinya di sembarang tempat; di dinding, di tempat tidur, di lantai…., seolah-olah sedang berjudi. Bunyinya tetap mantap, jelas-jelas meminta tambahan kartu!

Umur manusia siapa yang tahu. Penyakit itu akhirnya membawa Pak Bokir menyeberang ke dunia berikut. Kelak saya tahu, penyakitnya itu sebenarnya adalah malaria.

Sekarang ini, anak Pak Bokir yang masih bayi merah ketika itu, sudah meningkat dewasa. Bertubuh tinggi semampai, kulit kuning bersih, bersuara bening dan berwajah cantik. Ia memiliki nama yang indah: Nur Remi, pemberian mendiang ayahnya. Semoga Nur Remi tak pernah tahu kisah ‘nama’ itu, dan ia tetap setia mendoakan arwah almarhum ayahnya.(http://kisahpenjudi.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar