Melarat karena Judi, Sebuah Kisah Renungan
Sebagai seorang pedagang grosir yang bisnisnya sukses, pada saat
orang masih jarang memiliki sepeda motor, dia sudah memiliki mobil
sedan yang pada masanya terkenal, yaitu Impala. Jika mobilnya masuk
jalan kampung, tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun berebut untuk
melihatnya. Lima orang putra-putrinya masing-masing dibelikan sebuah
sepeda motor bebek. Rumahnya ada dua, satu di kampung dan satu lagi di
kota tempat dia berdagang. Kedua-duanya rumah baru yang baru dibangun
dengan arsitektur modern. Semua kekayaan materi itu adalah bukti bahwa
bisnisnya sukses.
Tempat dia berdagang berupa sebuah ruko di tengah kota di pusat
keramaian. Namanya juga di pasar, tentu pergaulannya sesama pedagang,
terutama dengan pedagang kiri-kanan tokonya. Sayang sekali, dalam
pergaulan itulah dia berkenalan dengan judi. Mula-mula cuma iseng main
kartu pakai taruhan. Lama kelamaan menjadi serius. Kalau menang, dia
senang. Kalau kalah, main lagi, dengan harapan nanti akan menang.
Begitulah seterusnya hingga akhirnya bisnisnya terganggu. Hasil
penjualan barang dagangan bukannya dibelikan lagi barang baru,
melainkan dipakai untuk berjudi.
“Pak, sadar Pak,” kata istrinya mengingatkan untuk yang kesekian
kalinya. “Bapak kan tahu, judi itu dilarang agama. Allah mengatakan
bahwa judi itu najis, perbuatan setan, sama dengan minuman keras.”
Untuk meyakinkan suaminya, sang istri membuka Alquran dan menunjukkan
pada suaminya surah al-Maidah ayat 90 yang menjelaskan tentang haramnya
judi.
Diingatkan begitu, Pak Judi—sebut saja demikian namanya—diam seribu
bahasa. Istrinya berkata lagi: “Kalaupun Bapak menang, hasilnya tidak
halal. Apalagi jika kalah, bisnis Bapak bangkrut.” Pak Judi tetap diam.
Istrinya mendesak lagi: “Janji Pak, tidak akan judi lagi!” Didesak
begitu, baru dia mengangguk: “Ya, saya janji tidak akan judi lagi.”
Tetapi, apabila teman judinya mengajak kembali main, Pak Judi tidak
kuasa menolaknya. Begitulah, dia terus berjudi, dan kalah lagi untuk
yang kesekian kalinya.
Tatkala modalnya habis, dia menjual mobil. Dari hasil penjualan mobil,
toko bisa diisi kembali. Tetapi, lama-lama isi toko habis kembali
dipakai untuk berjudi. Akhirnya, satu per satu kekayaannya dijual.
Setelah mobil, kemudian sepeda motor anak-anak satu per satu dilego.
Dalihnya selalu sama, dijual dulu untuk tambahan modal. Anak-anak tidak
dapat menolak. Mula-mula dia membujuk: “Nanti kalau bisnis bapak sudah
kembali bangkit, bapak akan belikan kembali kalian sepeda motor yang
lebih bagus.” Setelah dibujuk, anak-anak tetap menolak. Pak Judi marah
sejadi-jadinya sampai mengamuk. Akhirnya, anak-anaknya menyerah.
Tatkala rumah pun akan dijual, istrinya memberontak, mempertahankan
rumah itu sekuat tenaga. Perhiasan istrinya juga habis dijual. Nasihat
siapa pun tidak pernah didengarnya. Setan perjudian benar-benar telah
merasukinya. Akhirnya, dia kena stroke, lumpuh seluruh tubuhnya, tidak
bisa lagi bicara. Setelah dirawat beberapa bulan, Pak Judi meninggal
dunia. Tak ada yang tahu, apakah sebelum mengembuskan napas yang
terakhir dia sempat bertobat atau tidak. Judi telah menghabiskan
segalanya. (http://forum.kompas.com)
Sumber
======================
Judi hanya akan berbuah pahit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar