Pelaksanaan hukuman cambuk di Kota Banda Aceh
yang dilaksanakan di Masjid Baitussalihin, Ulee Kareng, Jumat (18/9/2015),
menjadi catatan sejarah baru bagi penerapan hukum syariat Islam di Provinsi
Aceh.
Selain menghadirkan jumlah pelanggar terbanyak, mencapai 18 orang, eksekusi
juga dilakukan pada tanggal yang sama dengan jumlah pelanggar. Belum lagi
yang diekskusi di Aceh Besar sebanyak lima
orang dalam kasus judi.
Kepala Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Husni Thamrin, yang ditanyai persoalan
pemilihan tanggal yang terkesan disamakan dengan jumlah pelanggar mengatakan
sama sekali tidak menduga proses eksekusi cambuk dilakukan pada Jumat
(18/9/2015).
"Nggak, ini hanya kebetulan saja. Harusnya minggu kemarin, tapi
berkas-berkasnya baru selesai, makanya hari ini. Kalau terbanyak (dicambuk) itu
ia," kata Husni.
Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin Djamal, mengakui jumlah pelanggar yang
dicambuk hari ini yang terbanyak. Kata dia, jumlah tersebut membuktikan kinerja
aparatur Pemerintah Kota Banda Aceh semakin baik dalam mengungkap berbagai
pelanggaran syariat islam yang masih tergolong tinggi.
"Ia karena begini, kinerja aparaturnya semakin baik sekarang. Mereka rajin
melakukan razia-razia, sehingga makin lebih banyak (pelanggar) yang kita
dapatkan," katanya.
Selama penerapan syariat Islam berlangsung, hukuman cambuk lazimnya dialami
oleh masyarakat kecil. Pengungkapan kasus-kasus pelanggaran syariat islam
seakan tidak merata. Para pejabat atau lapisan
yang dianggap memiliki wewenang dan kekuatan tidak pernah tersangkut dalam
kasus ini.
Bahkan, dari beberapa catatan kasus yang ada, salah seorang oknum pejabat
dilepas begitu saja tanpa hukuman.
Ketika ditanyai soal itu, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Illiza langsung
memberikan bantahan.
Menurutnya, penerapan syariat Islam dan eksekusi hukuman cambuk di Kota Banda
Aceh tak hanya berlaku bagi masyarakat kecil, tapi juga untuk semua lapisan
masyarakat, baik itu pejabat maupun siapa saja.
"Semua kasus selama ini kan kita limpahkan kepada yang berwenang.
Persoalan eksekusikan bukan persoalan pemerintah. Dan saya nggak tahu kalau
pejabat mana itu yang tidak di cambuk," katanya.
Ketika salah seorang wartawan menyebutkan inisial pejabat tersebut, Illiza
langsung menceritakan bagaimana kondisi awal proses penerapan syariat Islam di
Kota Banda Aceh.
Menurut Illiza, saat awal mula penerapan syariat Islam, hukuman bagi para
pelanggar yang disepakati pemerintah setempat hanya dengan memberikan
wejengan-wejangan atau peringatan agar tidak mengulangi lagi hal-hal yang sama.
Sehingga ketika kasus itu mau kembali diangkat ke permukaan untuk saat ini,
maka ada ribuan kasus yang harus juga kembali diungkap.
"Itu, kan sudah lama sekali ya. Kasusnya itu, kan ketika masih ada
Almarhum (Mawardi-mantan Wali Kota Banda Aceh). Dan waktu itu memang hukum yang
diterapkan di kota itu tidak dilaksanakan uqubat cambuk, tapi dilakukan
pembinaan," ujarnya .[Alfiansyah Ocxie]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar