Ketika
bencana datang, galibnya ada sesuatu keajaiban yang menyembul ke permukaan. Tak
terkecuali gempa yang menggoncang Taiwan pekan lalu, terungkap adanya korban
yang mampu bertahan hidup di reruntuhan dan bangunan apartemen tak sesuai
bestek.
=====================
Gempa bumi menggoyang wilayah bagian selatan
Taiwan pada Sabtu (6/2) dinihari. Gempa tersebut dicatat memiliki magnitudo
sebesar 6,4 SR dengan episenter berada di koordinat 22.871° LU, 120.668° BT
dengan kedalaman sumber gempa 23 km. Menurut informasi yang dihimpun dari berbagei
media, gempa telah menyebabkan robohnya sejumlah bangunan di kota Tainan yang
berada lebih kurang 30 Km dari sumber gempa. Ratusan orang terperangkap di
bangunan-bangunan apartemen dan puluhan ditemukan tewas.
Sejauh ini Kementerian Luar Negeri menyebutkan
tak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban. Namun begitu,
sejumlah WNI ikut merasakan dahsyatnya lindu yang menggoyang ketika mayoritas
warga Taiwan tengah tertidur pulas itu.
Reno Fithri Meuthia, dosen asal Indonesia yang
tengah menempuh pendidikan S3 di National Kaohsiung University of Applied
Science (NKUAS), Taiwan, menceritakan ketika gempa terjadi pada pukul 3.58
waktu Taiwan atau 2.58 WIB, ia sedang tidur bersama putranya di lantai 10
apartemen yang mereka tempati di Baosing Rd 82-11,10F, Kaohsiung.
"Saya terbangun dan merasakan bangunan
bergoyang sangat kuat. Saya tak tahu harus berbuat apa dan hanya mengucap
Allahu Akbar sambil melihat ke jendela apartemen," cerita Reno kepada Liputan6.com, Sabtu (6/2/2016).
Ketika itu, kata Reno, memang ada keinginan
untuk menyelamatkan diri dengan turun dari apartemen. Persoalannya, dalam
kondisi gempa tidak memungkinan turun melalui tangga darurat atau lift dari
lantai 10.
"Jadi saya hanya bisa memeluk anak yang
tengah tertidur sambil terus berdoa. Setelah gempa selesai, baru saya sadar
belum mematikan aliran gas di kamar apartemen kami," ujar Reno yang sudah
1,5 tahun tinggal di Taiwan.
Bukan hanya Reno, dua orang WNI lainnya yang
tinggal di apartemen 14 lantai itu juga tak bisa turun lantaran sudah keburu
disergap rasa takut. Tapi warga yang tinggal di lantai 2 dan 3 apartemen sempat
turun melalui tangga darurat.
"Di sekitar Kota Kaohsiung ini ada 15
orang WNI. Dan dari hasil saling kontak setelah gempa, alhamdulilah semuanya
selamat. Bangunan atau apartemen di Kaohsiung juga tak ada yang sampai
roboh," ujar Reno.
Diakui Reno, kondisi paling parah akibat gempa
terjadi di Kota Tainan, yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan darat dari
Kaohsiung. "Bersyukur, setelah konfirmasi ke teman-teman (WNI) yang di
Tainan, alhamdulilah mereka semua dalam kondisi aman," pungkas Reno.
Di Kota Tainan,sebuah bangunan apartemen
berlantai 17 runtuh. Selain meruntuhkan rumah susun tersebut, menurut laporan
terakhir, bencana yang terjadi pada dinihari ini setidaknya juga merusak
sekitar 200 rumah atau hunian yang ada di kota bagian selatan Taiwan itu.
Bencana yang terjadi menjelang perayaan Imlek
ini juga menyebabkan sekitar 484 orang terluka, 158 orang hilang (dalam
pencarian) dan 230 orang pun berhasil diselamatkan hidup-hidup dan mengalami
luka ringan.
Meski kinerja pemerintah dan regu penyelamat
bisa dibilang cukup baik, namun rasa penasaran warga masyarakat akan runtuhnya
bangunan beton sebanyak 17 lantai itu memang tak bisa dibendung lagi. Akhirnya
terkuak juga bahwa bangunan 17 lantai itu tidak sesuai standar kelayakan
bangunan. Bangunan beton itu tidak sesuai dengan standar bangunan 17 lantai
yang layak huni, seperti dilansir Dailymail.co.uk.
Bagaimana bisa layak huni, bila pada struktur
bangunan yang seharusnya terbuat dari beton secara keseluruhan itu ditemukan
kaleng minyak di bagian dalam beton bangunan. Kok bisa ada kaleng minyak
seperti itu di dalam beton? Apakah selama ini kaleng minyak itu digunakan
sebagai material tambahan bangunan?
Ternyata selama ini bangunan 17 lantai yang
runtuh itu tidak dibangun dengan murni material beton. Terlihat jelas kalau di dalam pondasi beton berbagai sisi
bangunan itu diisi dengan banyak sekali kaleng minyak. Kaleng minyak tadi
digunakan dan disusun rapi agar dapat menghemat atau mengurangi pemakaian beton
itu sendiri. Alhasil, masyarakat di sana pun menduga bila biaya pembangunan
rumah susun tersebut dikorupsi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Diklaim bahwa kaleng minyak dan cat di gedung
17 lantai itu telah mengakibatkan banyak korban. Gedung Wei Guan Golden Dragon,
yang terletak di distrik Yongkang Tainan, dan terdiri dari 200 rumah merupakan
salah satu dari 10 gedung yang runtuh karena gempa. Diyakini bahwa ada 113 dari
256 warga yang terperangkap dalam reruntuhan.
Namun, seorang teknisi, Tai Yun Fa berpendapat
bahwa adanya kaleng minyak di dalam gedung tidak menimbulkan kerusakan
struktural. Menurut dia, kaleng minyak biasa digunakan untuk memperbesar pilar
tanpa menambah berat bangunan. Rupanya, penggunaan kaleng minyak di konstruksi
bangunan tidak dilarang sampai September 1999.
Menurut Kepala Departemen Dalam Negeri
Kontruksi dan Perencanaan, Hsu Wun, mengatakan bahwa gedung Wei Guan selesai
tahun 1994. Sebelumnya bangunan itu tidak terdaftar sebagai bangunan dengan
struktur berbahaya.
Wali Kota Tainan, William Lai, marah dan
menginstruksikan tim independen menyelidiki skandal proyek bangunan itu. ”Saya
sudah menghubungi unit peradilan dan jaksa yang secara resmi telah meluncurkan
penyelidikan,” katanya.
“Kami juga telah menugaskan tiga badan
independen untuk menyimpan bukti selama penyelamatan sehingga kami dapat
membantu warga jika mereka ingin mengajukan tuntutan hukum di masa depan.
Pembangun bertanggung-jawab jika mereka telah melanggar hukum,” ujarnya.
Selain mengungkap skandal bangunan yang
menyalahi syarat kelayakan, gempa Taiwan juga memperlihatkan keajaiban anak
manusia. Seorang wanita korban gempa di Taiwan ditemukan masih hidup setelah
dua hari terkubur puing-puing bangunan yang roboh. Dia ditemukan terbaring di
bawah suaminya yang meninggal.
Politisi lokal, Wang Ting-yu mengatakan kepada
Reuters bahwa seorang wanita yang
masih hidup setelah terkubur puing bangunan itu bernama Tsao Wei-ling. Seorang
pria bernama Li Tsung-tian juga ditemukan masih hidup. (BN)
Boks:
Jakarta
Harus Melakukan Evaluasi
Gempa di Taiwan merobohkan beberapa apartemen
dan gedung tinggi. Sejumlah orang tewas karena berada dalam gedung saat
bangunan itu roboh. Membandingkan kondisi serupa, bagaimana dengan Jakarta,
apakah bangunan yang ada sudah siap?
Deputi Kepala BMKG Masturyono berkomentar
bahwa warga Jakarta seharusnya tidak perlu terlalu khawatir karena Jakarta
berada dari jauh dari sumber gempa. "Misalnya patahan yang berada di
selatan Jawa Barat dan itu lumayan jauh dari Jakarta," ujar Masturyono seperti
dikutip detik.com, Rabu (10/2).
Untuk Jakarta juga sudah ada peraturan bahwa
bangunan tahan gempa dan setiap bangunan harus mendapatkan label Standar
Nasional Indonesia (SNI). Otoritas yang memiliki kepentingan untuk menjalankan
aturan tersebut adalah Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Pengawasan dan Penertiban
Bangunan (P2B). Apakah pengawasannya sudah benar?
"Gedung-gedung di Jakarta seharusnya
sudah memenuhi persyaratan. Tetapi ada juga lubangnya bahwa aturan tersebut
hanya berlaku bagi gedung setinggi 40 meter atau 8 lantai," kata
Masturyono sembari mempertanyakan, "Bagaimana dengan bangunan di bawah
itu? Masih banyak di bawah itu dan
tinggi juga."
Masturyono mengatakan perlu ada pengawasan
lebih lanjut dari PU dan P2B soal gedung-gedung bertingkat mengenai ketahanan
menghadapi gempa. Hal ini dikarenakan jika terjadi gempa di Jakarta,
gedung-gedung di bawah tinggi 40 meter atau 8 lantai tetap berbahaya jika
masyarakat berada di sekitar area gedung-gedung itu.
Dia mengingatkan tugas dari PU dan P2B untuk
segera melakukan evaluasi terhadap bangunan-bangunan yang berada di Jakarta. Khusus
untuk bangunan seperti Apartemen dan bangunan tinggi lainnya, Masturyono
meyakini bangunan-bangunan itu telah mendapatkan lisensi ketahanan gempa karena
mengacu pada peraturan yang telah diberlakukan kepada bangunan tinggi di atas
40 meter.
"Kita berharap aturan ini dipatuhi meski
kita belum pernah mengalami gempa," ucapnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar