Jumat, 05 September 2014

Aku Bertobat, Setelah Dimarahi Makhluk Halus

       
            Kisah nyata ini dialami oleh seorang lelaki sebut saja namanya Abdullah. Dia sejak remaja senang bermain judi, mabok dan berkelahi. Sambil berdagang di pasar tradisional, ia pun senang berburu nomor buntut ke berbagai daerah di Jawa Barat. Dia baru sadar dari perbuatan judinya, setelah ada mahkuk halus yang memarahi kepada dirinya.

            BERJUDI itulah kesenangan yang melekat kuat dalam jiwaku. Aku pikir judi adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan uang secara gampang dan cepat. Mulanya waktu remaja hanya iseng saja, uang yang dikeluarkan pun tidak terlalu besat. Tetapi lama-kelamaan, aku ketagihan bermain judi. Terlebih lagi, kawan-kawanku selalu mengajak untuk bermain judi dengan menggunakan kartu domino. Nyaris waktuku dihabiskan dengan berjudi, bahkan terkadang aku pulang sampai larut malam.
            Istriku sudah kesal dengan kelakukanku yang buruk. Berulangkali kami sering bertengkar, bahkan istriku minta dicerai, namun aku tidak pernah berubah. Terkadang aku sering kasihan bila istriku di rumah tidak mempunyai uang karena habis kupakai untuk berjudi. Namun ada saja teman yang mau meminjamkan uang untuk risiko dapur.
            Tidak hanya berjudi dengan bermain domino, saat itu aku ingat ketika masih ada SDSB (sumbangan sosial berhadiah) atau nalo, aku berburu ke berbagai tempat untuk mencari nomor yang pas. Aku pergi ke tempat-tempat yang dianggap keramat dan bisa menjamin dapat nomor yang jitu.
            Pernah aku pergi ke suatu tempat yang sangat jauh untuk mencari nomor yang tepat bersama seorang teman yang juga sama-sama penjudi. Memang ketika datang ke tempat itu, aku diterima oleh seorang dukun yang sudah agak tua. Aku harus mengeluarkan beberapa lembar uang, sekedar untuk membeli sesajen. Ketika nomor itu sudah kudapat, bergegas esoknya aku memasang angka itu dengan uang yang cukup besar. Aku memaksa istriku agar menjual kalung untuk membeli nomor,
            “Pokoknya aku yakin, aku akan menang dengan nomor ini?” kataku optimis.
            “Aku tak percaya, yang sudah-sudah juga Akang mah suka berbohong!”  katanya.
            “Kali ini mah aku yakin benar. Pokoknya Akang akan ganti dua kali lipat uangnya. Cepat kesinikan kalungnya…!” aku memaksa.
            “Nggak mau…apa-apaan, judi itu tidak akan membuat orang menjadi kaya. Seumur hidup akan menjadi sengsara!”
            “Kamu bilang apa hah?” aku mulai bernafsu melihat sikap istriku yang tidak mau menjual emas.
            “Judi itu perbuatan setan dan tidak ada orang kaya karena hasil judi,”
            Mendidih darahku  ketika mendengar ucapan itu. Tanpa pikir dua kali, aku mengambil piring yang tidak jauh dariku, aku lemparkan ke mukanya. Untung istriku cepat menghindar, sehingga piring jatuh.
            Aku memukul meja dengan keras, sehingga meja berantakan.
            “Cepat kalungnya ke sinikan, nanti aku akan ganti!” kataku berteriak.
            Rupanya istriku  ketakutan. Dengan berurai air mata, akhirnya istriku memberikan kalung emas yang sedang dipakai. Setelah kalung berada di tanganku, aku bergegas ke toko emas untuk menjualnya.
            Ketika uang sudah ada di tangan, segera saja aku membeli nomor dengan harga yang cukup besar. Aku  yakin, besok juga uang akan kembali berlipat-lipat. Hanya saja aku masih ingat ucapan sang dukun itu, “Awas hati-hati dengan angka dua, sebab  kalau salah, kamu tidak akan dapat untung.”
            Di rumah aku tidak bisa tidur, selalu mengkhayal membayangkan akan dapat uang yang banyak. Terkadang aku senyum sendirian. Sementara temanku juga begitu, ia sengaja berada di rumah sampai larut malam. Kami ngobrol kesana- kemari, serta merencanakan barang apa saja yang akan dibeli kalau besoknya dapat uang besar. Istriku di kamar terlihat cemberut dan marah-marah, karena aku telah menghabiskan uang untuk membeli nomor, tanpa disisakan untuk dapur.
            Besok paginya, aku bergegas ke tempat penjualan kupon. Dari rumah hatiku tidak menentu, terlebih kawanku benar-benar yakin akan mendapat untung yang besar bila nomornya sama. Dia sendiri dapat uang pinjam dari mertua untuk memasang nomor itu.
            Namun ketika aku melihat angka yang tertera di tempat penjualan itu. Aku benar-benar kaget, sebab angka yang keluar hanya benda tempat. Nomor dalam kupon 54276, sementara yang keluar 54726. Aku terperanjat melihat angka itu. Benar apa yang dikatakan dukun, angka dua harus hati-hati. Aku dan temanku hanya bengong, tidak bisa berbuat apa-apa, selain menyesal gagal untuk kesekian kalinya.
            Tak terbayangkan, bagaimana istriku akan marah-marah. Aku hanya diam selama beberapa sesaat. Sama sekali tidak mengira akan menjadi begini? Aku gagal. Uangku habis, hasilnya nihil. Darahku naik ke ujung kepala, namun aku tak bisa berbuat-apa. Akhirnya hari itu aku tidak pulang ke rumah, sebab kalau aku datang dan memberitahukan kegagalanku, maka istriku pasti akan marah-marah dan minta kembali kalungnya.
            Begitulah kehidupanku tak menentu. Berjualan sayuran di pasar, tidak bisa diharapkan untungnya besar, namun kalau sudah  tidak ada apa-apa lagi, aku kembali menjalani dagang dari nol. Ketika aku dapat untung atau dapat pinjaman, kembali nafsu berjudi membawa dalam dada. Tidak aneh, dunia judi selalu ada kalah dan menang. Tetapi dipikir-pikir lebih banyak kalahnya daripada menang. Namun itulah seni berjudi. Kuat tidak tidur semalaman sekedar untuk mendapat uang lima puluh ribu rupiah.
            Meski keadaanku senang berjudi, namun istriku sabar menghadapiku, bahkan ia seringkali menasihati, tetapi nampaknya hatiku membatu. Walau berulangkali dinasihati, tetapi aku tetap saja berjudi dan mabok, paling tidak seminggu dua kali aku pasti berjudi dan pulang ke rumah dalam keadaan mabok.
            Namun suatu hari aku ada yang memberitahu, kalau ingin menang dalam berjudi, ziarah ke Eyang Wali Jafar Sidik yang ada di Limbangan Garut.
            “Coba saja kamu datang  ke sana…siapa tahu kamu beruntung?” kata teman yang memberitahu di pasar. Aku tidak tahu apakah dia serius atau tidak? Tapi setiap kali bertemu selalu saja menyuruh untuk ziarah ke sana.
            Aku penasaran, akhirnya suatu ketika aku sengaja pergi berziarah ke makam wali yang memang sudah dikenal di daerah Garut.  Meskipun aku baru pertama kali berziarah, namun aku yakin akan ucapan teman di pasar itu.
            Aku sengaja datang ke tempat itu pada saat ramai orang berziarah, yang biasanya di malam jumat. Benar saja, di tempat itu sudah ramai dikunjungi banyak orang yang datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar Jawa Barat pun datang ke makam wali.
            Di Makam Wali itu sudah banyak orang yang sedang berdoa, ada yang membaca shalawat, mengaji yasin dan tidak sedikit pula yang sengaja tidur di tempat keramat itu. Mungkin yang tidur disitu mempunyai hajat yang belum tercapai.
            Namun ketika aku sudah dekat dengan makam Eyang Wali Jafar Sidik, entah darimana datangnya, tiba-tiba aku merasakan tubuhku  seperti ada yang menjepit dan terasa sakit luar biasa.
            “Ampun…ampun…aku tobat!” teriakku di tempat ramai itu. Tentu saja, semua orang melihat ke arahku yang sedang berteriak-teriak kesakitan.
            “Ampun…aku sakit…aku sakit!” kataku dengan menahan nyeri yang luar biasa di di sekujur tubuhku.
            “Kamu berani-berani datang ke sini? Mau apa kamu ke sini…kamu mau berhenti atau tidak berjudi?” tiba-tiba aku mendengar suara yang jelas di telingaku.
            “Kamu siapa?” aku bertanya.
            “Aku Eyang Jafar Sifik? Kamu mau tobat atau tidak…kalau tidak tobat kamu akan merasakan sakit sekuruh badan kamu?”
            “Ampun Eyang…aku akan tobat…”
            “Kamu melaksanakan sholat atau tidak?”
            Aku tidak menjawab dengan pertanyaan itu, sebab selama ini juga aku tidak pernah sholat sama sekali, bahkan aku tidak bisa sholat meski pernah belajar waktu kecil
            Tiba-tiba aku merasakan sakit sekali di badanku.
            “Kamu mau sholat atau tidak?”
           “Ampun…ampun …aku mau sholat. Sumpah demi Allah!” kataku karena merasakan sakit di sekujur tubuhku.
            Mendadak setelah aku berkata, sakitku hilang seketika. Aku heran dan tidak mengerti. Beberapa orang segera mendekati dan memberi minum, sebab yang mereka saksikan aku terus-menerus berteriak-teriak sehingga menganggu orang yang sedang berziarah.
            Aku bergegas pulang dari Makam Eyang Wali Jafar Sidik dengan menyimpan sejuta rasa penasaran dan tidak mengerti, sebab seumur hidupku baru mengalami peristiwa gaib  semacam itu.
            Ketika kejadian itu kuceriterakan pada istriku, ia berkomentar:
            “Nu matak kudu eling atuh …meungpeung urang masih hirup!”
            Aku terdiam mendengar itu. Aku penasaran, benarkah yang bicara kepadaku itu Eyang Wali Jafar Sidik? Mungkinkah  orang yang sudah mati bisa bicara? Berbagai pertanyaan muncul dibenakku. Hal itu tentu saja membuat aku bingung.
            Aku ingat akan sumpahku untuk melaksanakan shalat, maka ketika waktunya untuk shalat, aku segera melaksanakan. Namun pada saat akan melaksanakan shalat, aku merasakan peraturungan yang luar biasa dalam jiwaku. Aku seolah perang mulut dengan makhluk halus yang ada dalam tubuhku. Aku  masih ingat, makhluk halus yang ada dalam diriku selalu melecehkan aku.
            “Buat apa kamu sholat? Sholat tidak akan membuat kaya? Kamu pasti kaya kalau kamu terus  berjudi?”
            Sesaat aku terkadang merenung dengan bisikan gaib itu. Aku tidak tahu siapa yang membisikkan ke telingaku seperti itu. Aku kerapkali terpengaruh ucapannya, sehingga aku terkadang sholat pun ditinggalkan. Namun ketika sholat ditinggalkan, ada bisikan gaib lagi yang jelas terdengar di telinga.
            “Bukankah kamu telah bersumpah Demi Allah akan sholat di hadapan Eyang Wali Jafar Sidik, sekarang mengapa kamu berani meninggalkan sholat? Ingat sholat akan menyelamatkan hidup kamu?”
            Aku terhentak sesaat mendengar bisikan itu. Aku merasa malu sendiri, sebab bukankah aku telah bersumpah akan melaksanakan shalat. Ketika aku ingat akan rasa sakit saat berada di Malam Wali itu, aku bergegas sholat sebab takut kalau rasa sakit itu kembali menyerang dalam tubuhku.
            Pertarungan dalam batinku semakin hari semakin kurasakan terus berkecamuk. Bahkan terkadang aku dimasuki roh halus yang berupaya untuk mencegah aku  melaksanakan sholat. Di situ aku seringkali berdebat sendirian, sehingga terkadang istriku heran melihat perilaku yang tidak jauh berbeda dengan  orang yang sakit jiwa. Di pasar pun seringkali aku terlihat bicara sendirian, padahal sebenarnya aku sedang bertarung dengan makhluk halus.
            Ketika aku ketagihan lagi ingin berjudi karena sudah mendarah daging, disitulah terjadi pertarungan batin. Aku tidak pernah tahu, hanya saja makhluk halus yang membisikkan untuk berjudi begitu kuat dalam jiwaku, demikian pula sebaliknya bisikan gaib agar jangan sekali-kali berjudi pun terus menerus mempengaruhi pikiranku. Kalau sudah begitu, aku menjadi lelah dan bingung  sendiri. Aku mencoba kembali berjudi, karena beberapa orang teman mengajakku kembali berjudi,
            “Kamu ini tolol? Bukankan kamu sudah bersumpah tidak akan berjudi lagi? Tapi kenapa sekarang kamu berjudi. Cepat tinggalkan tempat judi?”
            Setelah mendengar suara begitu, kemudian aku mendengar suara yang lain,
            “Bukankan kamu selama ini juga sudah terbiasa berjudi? Nanti kamu dapat untung besar, terus kamu beli minuman keras, kamu akan merasakan nikmat yang besar? Teruslah berjudi, sebab judi akan terasa indah hidup ini? Jangan sia-siakan umur kamu dengan tidak mabok. Cepat bermain judi sekarang?”
            Aku hanya terdiam saat memegang domino, sebab terasa dalam hatiku ada bisikan yang sangat kuat. Sementara kawan-kawanku hanya menyaksikan apa yang akan terjadi dengan diriku.
            Tiba-tiba, aku berteriak :”Tidak, aku tidak mau berjudi, aku mau bertobat!” kataku seraya meninggalkan teman-temanku yang bengong.
            “Lho, kamu ini bagaimana? Ayo berjudi, sebentar lagi kamu akan menang!” kata temanku.
            “Tidak, aku tidak mau berjudi, aku mau bertobat!” kataku ketika kudengar di telinga bisikan gaib itu mengancam aku akan  mencekik leher kalau aku terus berjudi.
            Aku bergegas meninggalkan  arena perjudian. Aku  menuju sebuah mesjid yang lumayan agak jauh. Aku mengambil air wudhu dan segera sholat di mesjid, sebab aku takut kalau tiba-tiba saja aku merasakan sakit seperti yang pernah aku alami saat berziarah ke Eyang Wali Jafar Sidik di Garut.
            Sedikit demi sedikit aku berusaha untuk meninggalkan berjudi dan mabok. Istriku tentu saja gembira melihat perubahan yang terjadi pada diriku. Namun beberapa kali istriku mengemukakan keheranan terhadap diriku, sebab dia sering melihat kalau aku setiap malam suka menggigau dan kadang berteriak-teriak sambil marah-marah. Tidak itu saja, aku sering terlibat perang mulut, padahal tidak ada siapa-siapa.
            Ya memang, aku merasakan ada makhluk halus yang selalu mengikuti kemanapun aku  pergi. Bahkan terkadang aku bersitegang dengan makhluk halus itu. Ketika aku menanyakan kepada mahkluk halus itu, siapakah sebenarnya kamu ini? Dia hanya menjawab,
            “Aku Eyang Wali Jafar Sidik. Aku akan mengawasi kamu. Kalau kamu tidak diawasi kamu akan celaka, sebab kelakukan kamu sudah keterlaluan. Kamu harus melaksanakan sholat yang diperintahkan Allah. Kalau kamu sholat, Insya Allah kamu akan selamat. Tetapi kalau kamu meninggalkan sholat kamu akan celaka…aku akan terus mendampingi kamu!” katanya.
            Aku bersyukur, sebab dengan adanya makhluk halus di dalam tubuhku, aku merasa dibimbing. Namun demikian, godaan bisikan makhluk halus yang satu lagi  menghalang-halangi beribadah, bahkan seringkali ia mengejekku dengan mengatakan “Buat apa kau sholat. Memangnya dengan sholat kamu akan menjadi kaya. Bukankan kamu hidup untuk mencari kekayaan. Sudahlah jangan lagi sholat, tuh teman-teman kamu mengajak berjudi. Berjudi saja. Bukankah kamu sudah merasakan nikmatnya berjudi?”
            Memang begitu kuat godaan dalam diriku, namun aku berusaha untuk menjalankan ibadah, bahkan aku seringkali bertanya kepada ustad dan ulama yang  ada di daerah tempat tinggalku. Dari situ, aku mulai memperdalam agama dan rajin mengikuti pengajian Al-Quran. Aku rajin sholat.
            Meski godaan begitu kuat, terutama bisikan yang datangnya dari setan—begitu kata Ustad, maka aku harus terus memperbanyak zikir dan istigfar. Setan harus dilawan dan diperangi dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah. Aku merasa ada perubahan dalam diriku.
            Memang sebuah perjuangan berat harus meninggalkan kebiasaan berjudi  dan mabok yang sudah mendarah daging, namun aku merasakan suatu kenikmatan tatkala dipikir secara mendalam, perbuatan itu hanyalah mengikuti hawa nafsu semata. Ketika aku sudah mulai meninggalkan perbuatan maksiat itu, aku merasa tenang menjalani hidup ini.
            Namun bisikan gaib makhluk halus itu, tetap saja ada. Bahkan yang membuat aku tidak mengerti, bisikan gaib  kerapkali memberitahu sesuatu yang tidak aku ketahui. Misalnya pernah terjadi saat aku akan naik ankot bersama ibuku, aku mendengar bisikan gaib agar aku memukul seorang laki-laki yang duduk tidak jauh dari ibu.
            “Cepat kamu pukul orang itu, sebab orang itu adalah copet. Nanti kalau dia turun, kamu harus segera pukul. Cepat laksanakan,!” katanya jelas sekali terdengar di telinga.
            Memang aku melihat ada seorang laki-laki yang duduk tidak jauh dari ibu, namun sepintas aku tidak yakin kalau dia adalah copet, sebab wajahnya bersih dan memakai pakaian rapih.
            Ketika dia turun dari angkot, aku segera turun dari angkot dan tanpa pikir dua kali, segera aku pukul wajah lelaki itu dengan keras. “Kamu copet ya!” kataku.
            Dia berteriak kesakitan  ketika aku memukul wajahnya. Dia tidak melawan, ketika melihatku, langsung saja berlari tunggang langgang seperti takut melihatku. Mungkin saja memang dia pencopet yang sudah berhasil mencopet dompet milik orang lain.
            Ibuku sempat kaget melihat aku secara tiba-tiba memukul wajah seorang lelaki.Namun ketika aku jelaskan, kalau lelaki itu adalah pencopet, baru ibu terlihat bengong.
            “Aku memukul lelaki itu, karena ada bisikan gaib yang memerintahkan agar aku segera memukul lelaki itu…dia adalah copet,” katanya.
            Ibuku hanya mengeryitkan alisnya, keheranan dengan perilaku.
            “Memangnya siapa yang membisikkan itu?”
            “Eyang Wali Jafar Sidik, beliau yang selalu membimbingku”
            “Siapa beliau itu?”
            “Seorang wali yang sudah meninggal dunia. Di makamkan di Garut. Beliau mengaku sebagai Jafar Sidik kepadaku.,”
            Ibuku hanya mangut-mangut, sebab memang selama ini juga melihat perubahan yang terjadi pada  diriku. Tetapi ibu tidak terlalu banyak bertanya, hanya saja sering menasihati aku agar menghentikan perbuatan judi dan mabok, karena kasihan dengan istriku dan anakku.
            Aku sendiri tidak tahu; apakah benar yang selalu membisikkan gaib itu adalah Eyang Wali Jafar Sidik? Mungkinkah orang yang sudah meninggal dunia, masih berhubungan dengan yang masih hidup? Aku terkadang bingung sendiri, namun lama-kelamaan aku tidak mempedulikan, sebab yang penting bisikan gaib itu tidak lagi mengajakku ke jalan yang salah. Aku ingin bertobat sebenar-benarnya tobat.
            Ketika aku diberi musibah dengan meninggalnya anakku lelaki yang sangat aku cintai, betapa aku terpukul. Aku sedih sekali sebab anak itu satu-satunya penerus warisan keturunan, aku tidak mempunyai anak lagi. Aku berusaha tabah menghadapi musibah itu, meski aku yakin kalau semua itu adalah ujian yang harus aku hadapi. Aku menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, semoga anakku diterima iman dan Islam serta Allah mengampuni segala dosa dan kesalahanya.
            Bisikan gaib itu masih terasa sampai sekarang ini, bahkan seringkali menggodaku di saat aku sedang lengah, terkadang dia masuk ke dalam diriku saat aku sedang sholat dan menganggu konsentrasiku, sehingga terkadang aku terlihat seperti orang yang terkejut, padahal aku sedang berusaha melawan godaan itu.
            Sekarang aku benar-benar bertobat sebab aku menyadari kalau perbuatan yang dulu aku lakukan adalah perbuatan setan  yang ingin menjerumuskanku masuk ke jurang neraka. Aku berusaha untuk kuat menghadapi godaan setan itu. Aku memperbanyak zikir sesuai yang disuruh Eyang Wali Jafar Sidik. Aku semakin yakin dengan memperbanyaj zikir, hidupku mulai tenang dan tidak terlalu pusing dengan urusan rezeki, sebab aku yakin Allah akan menjamin rezeki setiap makhluk di dunia. Sedikit demi sedikit aku mulai bangkit dengan berjualan kecil-kecilan, meski memang aku harus mengalami kepahitan karena serba kekurangan.
            Aku yakin sepenuhnya, kalau bisikan gaib yang menyuruh kepada kebaikan adalah bisikan yang datangnya dari Allah Swt. Sementara kalau bisikan negatif yang mengajak berbuat maksiat datangnya dari setan.
            Dengan kejadian yang menimpa diriku, aku semakin yakin adanya Allah Swt, oleh karena itu, aku semakin giat melaksanakan ibadah. Aku tidak takut lagi bisikan gaib yang mengajak berbuat maksiat, sebab itu adalah bisikan setan yang ingin menyesatkan diriku.
            Mudah-mudahan dengan kejadian yang menimpa kepadaku, para pembaca bisa mengambil manfaat, dan semoga perilaku yang jelek yang suka berjudi dan mabok, tidak dituruti oleh orang lain, sebab perbuatan itu benar-benar menyesatkan. (dari http://kuswarimiharja.blogspot.com/2011/06/aku-bertobat-setelah-dimarahi-makhluk.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar