Judi apapun bentuknya akan merugikan seseorang yang terjun dan bergelut di dalamnya. Dari sisi agama Judi jelas di haramkan dan dari aspek sosial masyarakat juga tidak baik bagi pelakunya. Benar seperti apa Rhoma kata Irama lagu lewat lagunya “Judi”.
Tempat dia berdagang berupa sebuah ruko
di tengah kota di pusat keramaian. Namanya juga di pasar, tentu
pergaulannya sesama pedagang, terutama dengan pedagang kiri-kanan
tokonya.
Sayang sekali, dalam pergaulan itulah dia
berkenalan dengan judi. Mula-mula cuma iseng main kartu pakai taruhan.
Lama kelamaan menjadi serius. Kalau menang, dia senang. Kalau kalah,
main lagi, dengan harapan nanti akan menang. Begitulah seterusnya hingga
akhirnya bisnisnya terganggu. Hasil penjualan barang dagangan bukannya
dibelikan lagi barang baru, melainkan dipakai untuk berjudi.
“Pak, sadar Pak,” kata istrinya
mengingatkan untuk yang kesekian kalinya. “Bapak kan tahu, judi itu
dilarang agama. Allah mengatakan bahwa judi itu najis, perbuatan setan,
sama dengan minuman keras.” Untuk meyakinkan suaminya, sang istri
membuka Alquran dan menunjukkan pada suaminya surah al-Maidah ayat 90
yang menjelaskan tentang haramnya judi.
Diingatkan begitu, Pak Judi—sebut saja
demikian namanya—diam seribu bahasa. Istrinya berkata lagi: “Kalaupun
Bapak menang, hasilnya tidak halal. Apalagi jika kalah, bisnis Bapak
bangkrut.” Pak Judi tetap diam. Istrinya mendesak lagi: “Janji Pak,
tidak akan judi lagi!” Didesak begitu, baru dia mengangguk: “Ya, saya
janji tidak akan judi lagi.” Tetapi, apabila teman judinya mengajak
kembali main, Pak Judi tidak kuasa menolaknya. Begitulah, dia terus
berjudi, dan kalah lagi untuk yang kesekian kalinya.
Tatkala modalnya habis, dia menjual
mobil. Dari hasil penjualan mobil, toko bisa diisi kembali. Tetapi,
lama-lama isi toko habis kembali dipakai untuk berjudi. Akhirnya, satu
per satu kekayaannya dijual. Setelah mobil, kemudian sepeda motor
anak-anak satu per satu dilego. Dalihnya selalu sama, dijual dulu untuk
tambahan modal. Anak-anak tidak dapat menolak. Mula-mula dia membujuk:
“Nanti kalau bisnis bapak sudah kembali bangkit, bapak akan belikan
kembali kalian sepeda motor yang lebih bagus.” Setelah dibujuk,
anak-anak tetap menolak. Pak Judi marah sejadi-jadinya sampai mengamuk.
Akhirnya, anak-anaknya menyerah.
Tatkala rumah pun akan dijual, istrinya
memberontak, mempertahankan rumah itu sekuat tenaga. Perhiasan istrinya
juga habis dijual. Nasihat siapa pun tidak pernah didengarnya. Setan
perjudian benar-benar telah merasukinya. Akhirnya, dia kena stroke,
lumpuh seluruh tubuhnya, tidak bisa lagi bicara. Setelah dirawat
beberapa bulan, Pak Judi meninggal dunia. Tak ada yang tahu, apakah
sebelum mengembuskan napas yang terakhir dia sempat bertobat atau tidak.
Judi telah menghabiskan segalanya.
sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar